PT Vale Sulap Lahan Kritis Jadi Kebun Nanas Berkelanjutan di Tabarano, Luwu Timur

Warga memanen buah nanas di perkebunan Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Minggu (27/7/2025). Foto: Masyudi Firmansyah/Mediawarta

MEDIAWARTA, LUWU TIMUR – Lahan kering dan berbatu di kaki Gunung Tabor, Desa Tabarano, Luwu Timur, kini berubah wajah. Di atas tanah bekas semak belukar dan sisa kebakaran itu, tumbuh ribuan pohon nanas yang membawa harapan baru bagi warga.

Inovasi ini lahir dari kerja sama warga dan PT Vale Indonesia Tbk lewat program Ponda’ta (Pineapple Pathways for Sustainability).

Transformasi lahan kritis ini menjadi bukti bahwa pertanian berkelanjutan bukan sekadar wacana.

Dengan pendampingan dari PT Vale melalui Livelihood Restoration Program (LRP), masyarakat berhasil mengelola lima hektare lahan non-produktif menjadi ladang produktif yang panennya bisa dinikmati dua kali setahun.

Warga memanen buah nanas di perkebunan Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Minggu (27/7/2025). Foto: Masyudi Firmansyah/Mediawarta

Kepala Desa Tabarano, Rimal Manuk Allo mengatakan, Program ini telah berjalan sejak 2022 dan kini mulai menampakkan hasil nyata, baik dari sisi lingkungan maupun ekonomi

“Dulu lahan ini tak terurus. Sekarang, tiap warga bisa panen nanas, baik untuk konsumsi maupun dijual,” ungkapnya, Sabtu (26/7/2025).

Tiga varietas nanas unggulan yang ditanam, nanas Lokal, Bogor, dan Madu, tumbuh subur dengan sistem budidaya alami.

Tak hanya ramah lingkungan, panen perdana juga menunjukkan hasil menjanjikan dengan bobot buah rata-rata 1,5 hingga 7kg per buah.

Hasil panen ini membuka peluang ekonomi baru bagi warga, yang kini tak hanya menjual nanas segar tetapi juga mengolahnya menjadi produk bernilai tambah.

Beragam olahan seperti dodol, selai, dan minuman kemasan dari buah nanas mulai diproduksi oleh kelompok ibu-ibu desa dengan dukungan pelatihan dari PT Vale.

Nur, salah satu anggota kelompok pengolah nanas menjelaskan, produk ini telah mulai dipasarkan di sekitar Kecamatan Wasuponda dan Malili.

“Kami tidak hanya menanam, tapi juga belajar mengolah. Ini membuka usaha baru, apalagi banyak yang tertarik membeli produk olahan,” kata Ibu Nur.

PT Vale tidak hanya mendampingi proses pertanian, tetapi juga mendukung hilirisasi produk melalui pelatihan, peralatan, hingga strategi pemasaran.

Langkah ini bertujuan membangun ekonomi kreatif berbasis potensi lokal agar desa tidak lagi bergantung pada sektor informal.

Sainab Husain Paragay, Senior Coordinator PTPM Livelihood PT Vale, menyebut bahwa Ponda’ta merupakan percontohan ideal bagi kawasan pascatambang dan rehabilitasi lingkungan.

“Kami ingin mewujudkan desa yang mandiri pangan dan ekonomi, serta membangun semangat gotong royong melalui pertanian terintegrasi,” jelasnya.

Kisah sukses Tabarano memperkuat misi keberlanjutan PT Vale dalam pengelolaan lingkungan pascatambang yang tidak hanya memperbaiki lanskap, tapi juga kehidupan masyarakat sekitar.

Warga memanen buah nanas di perkebunan Desa Tabarano, Kecamatan Wasuponda, Luwu Timur, Sulawesi Selatan, Minggu (27/7/2025). Foto: Masyudi Firmansyah/Mediawarta

Hal ini juga menjadi bagian dari strategi perusahaan untuk mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs).

Harga jual nanas segar saat ini mencapai Rp16.000 per kilogram di pasar lokal, menciptakan peluang pendapatan yang cukup signifikan.

Bahkan, permintaan mulai datang dari luar desa berkat kualitas buah yang manis dan segar.

Keberhasilan ini juga menginspirasi desa-desa tetangga untuk mulai mengelola lahan kritis serupa.

PT Vale menyatakan terbuka untuk mereplikasi program ini ke wilayah lain yang memiliki potensi serupa dan komitmen kuat dari masyarakat.

Selain berdampak ekonomi, proyek ini turut membentuk karakter warga yang lebih mandiri, disiplin, dan peduli lingkungan.

Anak muda pun mulai ikut turun tangan membantu proses tanam dan panen, menjadikan pertanian sebagai pilihan masa depan, bukan hanya pekerjaan sampingan.

Kepala Desa Tabarano berharap Ponda’ta tidak berhenti di nanas saja. “Kami ingin menjadikan Tabarano sebagai desa agrowisata dan pusat olahan buah lokal. Semoga pemerintah daerah juga mendukung rencana ini,” ujarnya.

Dengan semangat kolaboratif, inovasi lokal, dan dukungan perusahaan, Desa Tabarano perlahan menjadi simbol kebangkitan dari wilayah pinggiran.

Bukan lagi desa tertinggal, tapi pelopor ketahanan pangan dan ekonomi kreatif di Luwu Timur.

Comment