MEDIAWARTA.COM, BANGGAI– Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi, yang diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Siber Kreasi bersama Dyandra Promosindo, dilaksanakan secara virtual pada 12 Juni 2012 di Banggai, Sulawesi Tengah. Kolaborasi ketiga lembaga ini dikhususkan pada penyelenggaraan Program Literasi Digital di wilayah Sulawesi. Adapun tema kali adalah “Dakwah yang Ramah di Internet”.
Program kali ini menghadirkan empat narasumber yang terdiri dari Aan Anshori selaku aktivis kebhinekaan Gusdurian, Nur Rina Maskayanti selaku pendiri sekaligus CEO Banuamentor, M Ghufran H Kordi selaku Penulis, dan Safira Devi Amorita selaku pendongeng. Episode kali ini diikuti oleh 398 peserta dari berbagai kalangan. Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi menargetkan peserta sebanyak 57.550 orang.
Pemateri pertama adalah Aan Anshori yang membawakan tema “Digital Skills: Pemanfaatan Internet untuk Menyebarkan Konten Positif bagi Pemuka Agama.” Menurut Aan, agama-Pancasila memiliki makna yang selaras dan sejalan, bukan membelakangi atau bertentangan. “Kita harus berpikir bahwa apakah paradigma kita sejalan atau tidak. Jika tidak, apapun yang kita ketik dengan jari hanya akan mencerminkan apa yang kita anggap adalah benar,” terang Aan.
Berikutnya, Nur Rina Maskayanti, menyampaikan materi berjudul “Digital Ethics: Bijak di Kolom Komentar.” Dalam pandangannya, ada tujuh tipe pengguna media sosial, yaitu penyuka, bijak, tukang kompor, tukang promosi, penengah, malas baca, dan berteori sendiri. Menurut Rina, berkomentar di media sosial bertujuan membuka ruang diskusi dengan pengguna lain. Namun, kita tidak boleh memaksakan pendapat karena adanya perbedaan cara pandang. “Ada lima etika dalam berkomentar, yaitu memeriksa kebenaran fakta, menimbang manfaat, menakar inspirasi, perlu tidaknya untuk dibagikan, dan menyampaikan dengan bahasa yang baik,” pesan Rina.
Sebagai pemateri ketiga, M Ghufran, membawakan tema tentang “Digital Culture: Literasi dalam Berdakwah di Dunia Digital.” Pada sesinya, Ghufran mengutip beberapa artikel yang menyatakan bahwa 30% konten di media sosial adalah sampah. Oleh karena itu, tantangan kita adalah mengubah sampah menjadi permata. Ghufran memberi contoh kasus Covid-19 yang dianggap sebagai konspirasi, padahal virus tersebut nyata adanya. “Inilah pentingnya literasi dalam berdakwah, segala sesuatu sebaiknya disampaikan sesuai dengan fakta dan bukan opini,” kata dia.
Adapun Safira Dewi Amorita, sebagai pemateri terakhir, menyampaikan tema mengenai “Digital Safety: Tips dan Pentingnya Internet Sehat.” Dalam materinya, Safira memberikan tips sebelum membuat konten, yaitu menggali apa yang akan disampaikan dan mengetahui target pemirsa. “Pikirkan cara mengemas konten agar menarik dan jaga interaksi dengan pemirsa,” imbuhnya.
Setelah pemaparan materi oleh semua narasumber, kegiatan tersebut dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu moderator. Terlihat antusias dari para peserta yang mengirimkan banyak pertanyaan kepada para narasumber. Panitia memberikan uang elektronik senilai masing-masing Rp 100.000 bagi sepuluh penanya terpilih.
Program Literasi Digital mendapat apresiasi dan dukungan dari banyak pihak karena menyajikan konten dan informasi yang baru, unik, dan mengedukasi para peserta. Kegiatan ini disambut positif oleh masyarakat Sulawesi.
Comment