Menuju APKASI Otonomi Expo dan Sustainable District Outlook 2025: Kabupaten Angkat Produk Lokal dan Inovasi Lestari ke Panggung Global

MEDIAWARTA, — Menjelang gelaran APKASI Otonomi Expo (AOE) 2025 dan Sustainable District Outlook (SDO) 2025, Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) bersama Lingkar Temu Kabupaten Lestari (LTKL) mengadakan press briefing kemarin (25/8/2025) untuk memperlihatkan bagaimana kedua kegiatan ini memiliki peran strategis dalam memamerkan kinerja kabupaten dalam membangun transformasi ekonomi berbasis pangan, tata guna lahan, dan mitigasi bencana. Kolaborasi ini sekaligus mengedepankan solusi nyata dari kabupaten, yang berada di garis depan menghadapi tantangan sekaligus menawarkan inovasi menuju pembangunan berkelanjutan.

Acara yang akan digelar pada 28 Agustus 2025 di ICE BSD, ini sekaligus merupakan ajang 9 kabupaten anggota LTKL untuk menampilkan capaian, pembelajaran, serta sinyal perubahan menuju visi Kabupaten Lestari & Mandiri 2030.

Sembilan kabupaten anggota LTKL yang akan tampil dalam SDO 2025 adalah Sintang (Kalimantan Barat), Kapuas Hulu (Kalimantan Barat), Sanggau (Kalimantan Barat), Siak (Riau), Gorontalo (Gorontalo), Bone Bolango (Gorontalo), Musi Banyuasin (Sumatera Selatan), Aceh Tamiang (Aceh) serta Sigi (Sulawesi Tengah).

Mengusung tema “Kabupaten Bergerak: Inovasi Menuju Masa Depan Lestari dan Berdaya”, SDO 2025 menghadirkan diskusi tematik seputar kedaulatan pangan berkelanjutan, strategi adaptif menghadapi bencana hidrometeorologi, serta ekonomi lokal berbasis alam. Inovasi-inovasi tersebut akan dibahas bersama pemerintah daerah, mitra strategis, akademisi, pelaku usaha, masyarakat sipil, hingga generasi muda yang menjadi penggerak penting transformasi di tingkat kabupaten.

Direktur Eksekutif APKASI, Sarman Simanjorang, menekankan pentingnya peran kabupaten dalam pasar global. “AOE 2024 mencatat transaksi signifikan dan menjadi benchmark nasional promosi komoditi unggulan. Tahun ini, AOE 2025 tidak hanya hadir sebagai ajang promosi perdagangan, tetapi juga platform kolaborasi tata kelola komoditi lokal agar mampu bersaing di pasar internasional, “ ujarnya.

APKASI meyakinkan bahwa ‘Produk Lokal Mengglobal’ bukan hanya sebatas slogan, namun diikuti dengan strategi-strategi yang akan meningkatkan nilai serta produktivitas komoditas lokal di Indonesia. “Kami ingin menjadikan AOE sebagai wadah transformasi daerah yang akan memastikan produk-produk unggulan daerah mampu memiliki daya saing internasional. Kesempatan ini bukan hanya untuk berbagi pengetahuan, namun kami memastikan ada sistem kurasi ketat dengan standarisasi tersendiri. Kami juga bermitra dengan kamar dagang Indonesia, diaspora serta buyer internasional untuk memperluas akses pasar,” tambah Sarman.

Sementara itu, Kepala Sekretariat LTKL, Ristika Putri Istanti, menjelaskan pentingnya SDO 2025 sebagai sebuah wadah yang membawa local voices dari kabupaten untuk menunjukkan transformasi yang terjadi hingga ke tingkat tapak. “ Tahun ini kami mengangkat tiga isu besar. Pertama, kedaulatan pangan. Kami melihat banyak ekspansi dan pembukaan lahan terjadi karena kebutuhan pangan, padahal seharusnya daerah bisa mendorong kedaulatan pangan dengan cara yang berkelanjutan. Kedua, ketahanan terhadap bencana, baik yang disebabkan faktor alam maupun akibat ulah manusia, seperti kebakaran hutan, banjir, hingga kejadian gempa bumi dan likuifaksi di Sigi pada 2018. Ketiga, pembangunan ekonomi lestari. Sejalan dengan visi LTKL, kabupaten tidak hanya perlu menjaga ekosistem dan hutannya, tetapi juga meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya melalui pengembangan ekonomi yang tepat, termasuk bagi petani, UMKM, dan rantai nilai komoditas lokal. Ketiga tema ini berangkat dari urgensi sekaligus inisiatif yang sudah lama dibangun daerah secara kolaboratif,“ ungkapnya.

Inisiatif ini selaras dengan agenda nasional untuk memperkuat ketahanan pangan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memaksimalkan potensi daerah. Kabupaten menjadi aktor penting karena berada di garis depan pengelolaan sumber daya alam dan penguatan ekonomi lokal. Melalui AOE dan SDO 2025, pengalaman kabupaten akan ditampilkan sebagai contoh nyata bagaimana agenda nasional dapat dijalankan melalui aksi lokal yang terukur.

Adapun Afit Lamakarte, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Sigi, sebagai perwakilan dari salah satu kabupaten anggota memaparkan transformasi yang telah terjadi di Kabupaten Sigi dalam masa 8 tahun berproses bersama LTKL, “Kabupaten Sigi merupakan bagian dari beberapa kabupaten yang memilih jalur pembangunan hijau dan berkelanjutan, yang diwujudkan melalui regulasi inovatif daerah, khususnya inisiatif Sigi Hijau. Komitmen ini berangkat dari kesadaran bahwa 72% wilayah Sigi adalah kawasan hutan yang harus dijaga, sambil tetap memastikan masyarakat dapat sejahtera dan “naik kelas”. Upaya ini dilakukan sejak tahap perencanaan hingga implementasi, dengan menekankan pada kolaborasi karena pemerintah tidak bisa bekerja sendiri. Masih banyak ruang yang dapat diisi oleh mitra untuk mendorong pembangunan berkelanjutan, mulai dari penguatan kelembagaan UMKM, alih teknologi, hingga peningkatan kapasitas. Selama delapan tahun bergabung dengan LTKL, Sigi merasakan banyak manfaat, terutama perubahan pola pikir aparatur pemerintah yang kini semakin sadar bahwa pemerintah harus cepat beradaptasi dengan perubahan.

Berbicara mengenai ekspansi komoditas lokal, tentunya tidak bisa terlepaskan dengan kata kunci ‘kolaborasi multipihak’, dan salah satu pihak yang digandeng tentunya adalah sektor swasta yang akan membantu semakin memperluas jangkauan pasar bagi komoditas lokal. Ade Aryani, Executive Director, Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI) menambahkan mengenai keterlibatan SCOPI dalam salah satu sesi talkshow dalam SDO 2025, yaitu “Ragam Tana Kami: Menemukan Daya Ungkit Komoditas Lokal Lestari untuk Pasar Global”.

“Misi kami adalah mempromosikan kemitraan antara pemerintah dan swasta dalam menciptakan peluang ekonomi, memperkuat ketahanan pangan, serta menjaga keberlanjutan lingkungan bagi petani kopi di Indonesia. Bersama-sama, kami berkomitmen meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani kopi dengan menargetkan pengurangan kesenjangan pendapatan hidup sebesar 10%, sehingga bisa memberikan dampak nyata bagi 126 ribu petani kopi di Indonesia. Kami percaya setiap daerah memahami potensi wilayahnya masing-masing, dan banyak kabupaten memiliki lahan serta petani kopi yang potensial untuk dikembangkan. Karena itu, SCOPI ingin berperan dalam memajukan kabupaten-kabupaten penghasil kopi, terutama dalam meningkatkan produktivitas dan akses pasar,” ujar Ade.

Noverian Aditya, Founder Java Kirana yang juga berperan sebagai salah satu pembicara dalam talkshow kemarin menambahkan, “Java Kirana merupakan mitra LTKL untuk Kabupaten Sigi, dan dalam tiga tahun terakhir kami bersama-sama membangun rencana agar Sigi dapat memiliki ekosistem enabler sebagai trading hub, khususnya untuk komoditas kopi, kakao, vanila, serta hasil hutan bukan kayu lainnya. Peran Java Kirana di sini adalah mendukung penguatan kapasitas petani (capacity building), membantu dari sisi quality assurance dan quality control dengan memperluas SOP yang kami terapkan di daerah lain, serta membuka akses pasar. Kami berupaya melakukan market matching dengan menyesuaikan produk sesuai standar dan kebutuhan pembeli,” ujarnya.

Lebih jauh Noverian menambahkan bahwa kolaborasi ini bukan hanya mengenai komoditas dan akses pasar, namun sekaligus memberikan dampak bagi masyarakat setempat. “Kolaborasi bersama LTKL dan Pemerintah Kabupaten Sigi selama tiga tahun terakhir memberikan banyak pembelajaran. Dengan pendekatan multipihak, kami dapat menyelaraskan tujuan bersama melalui pertemuan rutin, sehingga pendampingan ke petani menjadi lebih efektif, terjamin, dan mendapat kepercayaan dari masyarakat. Kepercayaan ini memungkinkan kami melibatkan warga lokal bukan hanya sebagai penerima manfaat, tetapi juga sebagai mitra kerja dan karyawan,” tambahnya.

Dengan semangat “Produk Lokal Mengglobal” dan fondasi kolaborasi multipihak, Sustainable District Outlook 2025 dan APKASI Otonomi Expo 2025 diharapkan menjadi titik balik dalam transformasi kabupaten menuju ekonomi hijau, resilien, dan sekaligus inklusif.

Comment