MEDIAWARTA.COM – Suara aneh sering terdeteksi dari Laut Karibia, bagian Samudera Atlantik yang berdekatan Teluk Meksiko. Suara tersebut memiliki frekuensi terlalu rendah untuk bisa didengarkan manusia, namun begitu kuat sehingga bisa “terdengar” sampai luar angkasa.
Belum lama ini, ilmuwan dari Universitas Liverpool meneliti suara yang disebut Peluit Rossby itu. Hasil penelitian yang dipublikasikandi Geophysical Research Letter pada 19 Juni 2016 lalu, mengungkap mekanisme dihasilkannya suara misterius tersebut.
Asal-usul suara misterius itu adalah gelombang Rossby. Gelombang itu bergerak lambat menuju barat Laut Karibia, berinteraksi dengan dasar laut. Dari barat, gelombang “menghilang” melewati sebuah cekungan dan muncul lagi di wilayah timur.
Tidak semua gelombang bisa bertahan melalui proses ini, hanya beberapa gelombang yang kuat. Air akan masuk dan keluar dari cekungan setiap 120 hari. Perubahan massa ini mengubah bidang gravitasi bumi yang bisa diukur dari satelit. Pada periode 120 hari ini, peluit akan terdengar datar walaupun bisa juga terdengar seperti nada.
Dikutip Science Daily, Selasa (21/6/2016), ilmuwan dari Universitas Liverpool yang meneliti, Chris Hughes menjelaskan cekungan di Laut Karibia bertindak seperti peluit.
Saat sebuah peluit ditiup, udara tidak stabil dan resonansi meningkat. Suara pun menyebar. Arus laut di Karibia seperti udara yang melewati peluit dan ditiup saat masuk dalam cekungan. Karena Karibia merupakan perairan setengah terbuka, suara yang dihasilkan gelombang Rossby bisa didengar dengan pengukuran gravitasi.
Menurut Hughes, gelombang Rossby bukan hanya soal suara misterius. Fenomena ini dapat menaikkan tinggi permukaan laut hingga 10 sentimeter di sepanjang pantai Kolombia dan Venezuela. Jadi, memahami fenomena ini bisa membantu memprediksi kemungkinan terjadinya banjir di pesisir pantai,” tambah
Ilmuwan juga percaya, efek peluit Rossby bisa mengancam seluruh Atlantik Utara. Ini karena Laut Karibia memiliki peran penting mengatur aliran aliran teluk yang merupakan salah satu pengukur iklim alami.
Sumber: Kompas/Foto: Istimewa
Comment