MEDIAWARTA, MAKASSAR – Gelar Dr Mustari Mustafa M Pd bertambah lagi dengan gelar Profesor, setelah Dia dikukuhkan sebagai guru besar dalam bidang Ilmu Filsafat, usai menyampaikan pidato pengukuhannya.
Pria kelahiran Desa Siru Kecamatan Lembor Kabupaten Manggarai Barat Provinsi Nusa Tenggara Timur itu dikukuhkan di Gedung Auditorium, Kampus II UIN, Kamis (2/6/2022).
Mantan Atase Pendidikan dan Kebudayaan KBRI untuk Thailand membawakan pidato berjudul Identitas Lokal dan Tanggung Jawab Sosial Perguruan Tinggi.
Tampak hadir dalam pengukuhannya, Jenderal Purn Prod AM Hendroprayono, Ketua IKA UIN Alauddin Prof. Tyib Raya, Prof Irfan Idris, Rektor UNM, Pandam XIV Hasanuddin dan sejumlah tokoh lainnya.
Dalam pidato pengukuhannya, Prof Dr Mustari Mustafa M Pd menjelaskan, orientasi peradaban yang diusung oleh sebuah universitas hendaknya memiliki jejak dan arah yang jelas.
“Peradaban tidak lahir dalam ruang hampa, ia lahir dalam pergulatan dan dialog intersubyektif untuk sampai pada jati diri peradaban yang khas,” ujarnya.
Meskipun demikian, lanjut Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Majelis Daerah Sulawesi Selatan itu membeberkan, pergulatan dan dialog tak ada artinya tanpa kesadaran kritis.
“Kesadaran kritis merupakan instrumen penggerak di dalam upaya membangun peradaban. Dengan kesadaran tersebut, hambatan bangunan peradaban dari mental terjajah dan terasing yang sering menggorogoti moralitas dan spritualitas mampu ditundukkan untuk menuju peradaban paripurna,” paparnya.
Dalam konteks Perguruan Tinggi, kata Prof Mustari Mustafa kesadaran kritis relevan dengan tokoh yang disematkan namanya pada UIN Alauddin Makassar, yaitu Sultan Alauddin.
“Kesadaran itu, ia (Sultan Alauddin) tunjukkan saat memeluk agama Islam meninggalkan ajaran leluhur nenek moyangnya yang masih percaya dengan peristiwa peristiwa mistis,” jelasnya.
“Selain sosoknya kritis, Sultan Alauddin mengajarkan adab dalam berprilaku saat menghadapi berbagai tantangan. Rasional, Reseptif, Adaptif dan Dialogis adalah perilaku kritis yang membawanya mampu memimpin kerajaan Gowa, ekspansi, dan membangun peradaban yang didasari atas nilai-nilai Islam,” sambungnya.
Selain itu, nilai Prinsip yang ditunjukkan Sultan Alauddin, menurut Prof Mustari Mustafa hendaknya dijadikan landasan berpikir dan bertindak dalam membangun dan mengembangkan UIN Alauddin menuju universitas yang berperadaban.
“Sultan Alauddin tidak lagi sekadar simbol atau brand penciri fisik dari UIN Alauddin, akan tetapi sebuah pemikiran ideologi terhadap suatu kemajuan universitas yang berperadaban dan berdaya saing baik PTKIN, PT Umum maupun PT diluar Negeri,” jelasnya lagi.
Menurut Dia, Pemikiran dari Sultan Alauddin menjadi pilihan konkret dalam menghadapi tantangan saat ini. Menurut Dia, seharusnya perlu mengembalikan nilai nilai tradisi historis Sultan Alauddin.
“Mengembalikan nilai nilai tradisi historis Sultan Alauddin bukan berarti suatu kemunduran, tetapi menuju kemajuan. Untuk mewujudkan semua itu boleh jadi kita mulai dengan menginternalisasikan nilai-nilai pemikiran Sultan Alauddin ke dalam kurikulum pendidikan dan aturan administrasi serta penguatan lembaga internal yang telah ada,” pungkasnya.
Comment