Menikah dengan Arwah

Foto: Istimewa

Maka, dipercayailah banjir-banjir dari Sungai Kuning itu merupakan aplikasi petaka ulah Yangtze Gui untuk menyapu musuh yang datang dari utara Tionggoan  (Tiongkok). Namun dalam perjalanan sang waktu, beberapa kaisar mulai mengingkari perjanjian misterius tersebut. Tidak lagi menepati janji mereka untuk menghadiahi Sang Ratu Sungai Kuning dengan imbalan tumbal. Maka yang terjadi berikutnya adalah, banjir tak pernah kunjung reda. Setiap tahun sungai itu memporak-porandakan penduduk kampung, mengambil nyawa orang-orang tak berdosa!

Itulah kisah misterius yang telah melegenda sampai sekarang. Namun ditampik mentah-mentah oleh beberapa cendekiawan dan mahasiswa. Menurut mereka, Sungai Yangtze kerap meluap lantaran sistem bandungan yang rapuh. Sejak zaman Dinasti Tang, bendungan itu memiliki banyak kelemahan. Di antaranya, buruknya arsitektur bangun yang tidak memadai untuk membendung kapasitas air sungai yang terus bertambah dari tahun ke tahun.

***

Entah berapa kali Lee Shiaw Ping jatuh pingsan pada waktu itu. Kabar kematian Mao Ching seminggu lalu bagai petir di telinganya. Hatinya giris. Langit di atasnya seperti runtuh. Meremukkan seluruh persendiannya!

Seperti juga siang tadi.

Kesenyapan menyergapnya, seperti sepasang tangan kekar yang memukul tengkuk lehernya sehingga terkulai dengan tungkai lemas. Ia jatuh tak sadarkan diri tepat ketika tabela ditelan tanah. Dan ketika ia terbangun di sebuah tempat tidur dengan bau mentol menyengat, maka disadarinya kejadian beberapa jam yang lalu itu sebagai akhir cerita cintanya!

Malam ini, segalanya terasa kosong.

Air matanya masih menitik. Dielus-elusnya pigura bergambar cowok bermanik mata teduh, berdiri dilatari Tembok Besar (The Great Wall) di sana. Mao Ching, cintanya yang terpampas!

Ia masih terus memeluk pigura itu sampai bantalnya membasah. Tertidur saat merasa tidak kuat menahan kesedihan yang melelahkan.

“Ping….”

Ada suara dari kejauhan menyapanya. Jauh, jauh sekali. Ia mencoba mencari arah suara itu. Tapi gelap di sekeliling. Ia tidak dapat melihat apa-apa, kecuali merasakan getar tubuhnya yang mendadak seringan balon. Ia melayang, terbang tinggi sampai merasa berhenti pada suatu tempat asing yang dipenuhi teratai.

Ia membeku. Suara itu masih memanggil-manggil namanya. Jantungnya berdegup babur. Perlahan suara itu menjelas, lalu menampakkan sosok serupa cahaya memijar, perlahan meredup dan membeku pada satu titik konstan sebagai bentuk yang paling diakrabinya belakangan ini!

“A Ching!”

Ia menjerit. Tatapannya verba. Benaknya dipenuhi konduite viabel. Sosok itu nyata di hadapannya!

“A Ching!”

Comment