“Sabar Emar, semua teman-temanku akan kubebaskan dari belenggu kaum lelaki yang serakah. Mereka akan bertekuk lutut nanti. Selama ini, mereka hanya bisa memeras kita dan memperbudak kita. Mereka tak punya pikiran. Mereka gauli kita meski kita dalam keadaan sakit. Mereka terlalu menguasai kita. Kita harus balas. Dan sekaranglah waktunya. Dengan bebasnya aku, kalian semua akan kubawa ke tempat kita dulu. Tunggu saja, pada saatnya nanti kalian pasti lepas dari jerat mereka.”
“Terima kasih, Suti. Terima kasih,” balas Emar sambil menutup daun jendela dan terus menghampiri suaminya di pembaringan.
Malam itu Emar memberi kehangatan tubuhnya untuk terakhir kali kepada suaminya. Sebab pada malam berikutnya, Suti benar-benar datang menemui Emar yang menunggu di belakang rumahnya.
Tanpa menunggu waktu lama, Suti sudah dapat mencabut paku yang ada di kepala teman dekatnya itu. Setelah paku dicabut, tubuh Emar seakan bersayap. Badannya jadi ringan. Dan akhirnya Emar bisa terbang bersama Suti menembus kepekatan malam.
Tampaknya seperti dendam kesumat, kedua perempuan yang sudah bisa terbang dan menghilang itu akhirnya mendatangi para kaumnya yang senasib. Dicabutinya paku-paku yang ada di kepala mereka masing-masing. Dan pada akhirnya, para perempuan yang memiliki suami dari suku asli penduduk kampung itu semuanya dapat terlepas dari jerat paku yang dipantek para suami mereka
Lalu mereka beterbangan layaknya kelelawar-kelelawar penghuni lautan malam hari. Mereka kembali menempati tempat tinggal mereka yang lama seperti pada pohon-pohon besar yang ada di lereng-lereng bukit.
“Aduh, bagaimana ini! Paku di kepala istriku ada yang mencabutnya,” teriak Leman setibanya di hadapan teman-temannya yang sedang membantu mencari istri Sanusi sebagai orang pertama yang pakunya lepas dari kepalanya. Teman-teman Leman pada terkejut termasuk Sanusi sendiri.
“Jangan-jangan istri kita juga sudah tidak ada di rumah?” kata Lengger penuh kekhawatiran.
Tanpa dikomando, para suami, serempak berlari menuju ke rumah mereka untuk melihat keberadaan istri masing-masing. Obor yang mereka bawa berlari mengobar seakan menggambarkan kecemasan. Lari mereka serupa serigala hutan yang tengah mengejar mangsa.
Mereka berpikir, kalau Suti sudah bisa lepas, urusannya akan jadi runyam. Contohnya sudah ada, yaitu istri Leman yang kedapatan sudah bisa terbang seperti Suti. Maka mereka, para suami, berusaha menyelamatkan istri-istri mereka dari hari pembebasan yang tengah dikibarkan Suti, istri Sanusi itu.
“Apa aku bilang, istriku pun lenyap. Ini pakunya!” teriak Matarwi keluar dari dalam rumahnya sambil memperlihatkan sebuah paku kepada teman-temannya yang belum sempat melihat keberadan istrinya.
Matarwi kembali masuk ke dalam rumah, diikuti beberapa temannya. Matarwi melongok ke kolong-kolong tempat tidur siapa tahu istrinya bersembunyi di kolong tempat tidur. Tak ada. Teman-teman Matarwi panik, termasuk Lengger yang sudah curiga sedari awal tadi. Lalu, mereka berlarian menuju ke rumah masing-masing mencari istrinya.
Comment