Perempuan yang Selalu Menggenggam Telur

Foto: Istimewa

“Kenapa tertawa?”

“Aku memang ingin kawin. Tapi tidak sampai kegatalan.”

“Ayolah, ceritakan kepadaku kenapa kau selalu menggenggam telur itu.”

“Aku tidak mau bercerita kepada siapa pun,” kata perempuan itu tegas. Matanya menerawang, jauh.

***

Senja hari. Di dalam sebuah gubuk. Di tengah sawah yang terhampar luas. Hijau. Batang-batang padi mengangguk-angguk seirama digoyang angin. Beberapa burung nekat mencuri butiran-butiran padi. Padahal, orang-orangan sawah terlihat berjaga menyeramkan.

“Habis musim panen, aku akan pergi ke kota,” kata seorang laki-laki yang berada dalam gubuk itu. Masih muda dan tidak jelek. Rambutnya model cepak. Tubuhnya terbentuk karena selalu berkutat di sawah.

“Untuk apa?” tanya perempuan yang duduk di sampingnya. Seorang perempuan berambut panjang. Berkulit kuning, cantik.

“Mengadu nasib.”

“Maksudmu merantau?”

Laki-laki itu mengangguk, mantap.

“Hidup di kota itu keras. Kau hanya tamat SMP. Kau akan kalah sebelum perang dimulai.”

“Kau tahu, temanku Marto, baru setahun merantau, ia sudah bisa mengirim uang untuk keluarganya. Dua juta, katanya. SD saja dia tidak tamat.”

“Barangkali nasib dia sedang mujur.”

“Makanya aku harus mencoba. Biar aku tahu, nasibku mujur atau tidak. Aku bosan selalu terkurung di desa ini. Aku mau melihat dunia luar, yang hebat. Gemerlap. Pasti menyenangkan.”

“Lalu aku?” pelan suara perempuan itu.

“Kau di sini saja. Setelah di kota hidupku mapan, aku akan menjemputmu. Kita menikah, tinggal di kota.”

Perempuan itu tersenyum. Indahnya ucapan itu. Laki-laki itu balas tersenyum. Tangannya yang kasar bergerak meraih tangan perempuan itu. Meremas lembut. Perempuan itu tersipu malu. Membuat si laki-laki kian berani. Tidak hanya meremas tangannya.

Di luar, padi-padi hijau tetap bergoyang, seirama tiupan angin. Burung-burung semakin nekat mematuk padi, meski mata orang-orangan sawah tetap melotot, menyaksikan.

Tiga bulan kemudian. Perempuan itu mengantar laki-laki itu ke terminal kecamatan. Ia genggam tangan laki-laki itu erat. Betapa berat untuk melepas. Berpisah sekian waktu yang tidak pasti, namun ia tahu akan sangat lama.

Sepuluh menit lagi bis bergerak. Laki-laki itu menggenggamkan sesuatu ke telapak tangan perempuan itu.

“Apa ini?”

Comment