Tentang Mama
Oleh Alexandra I Yunadi
MEDIAWARTA.COM – Wanita berwajah galak itu menegurku dengan matanya yang garang. “Otish!”
Kusibakkan rambutku yang sudah menyentuh kerah baju. Kutatap dia tanpa sedikit pun rasa segan.
“Dari mana kamu?” tanyanya ketus.
“Sekolah,” jawabku tak kalah ketus.
Matanya menggeram kepadaku. Tubuhnya yang langsing dan dibalut blazer dengan merek tersohor, diempaskan ke sofa yang ada di ruang tamu. Diangkatnya dagunya, semakin membuat wajahnya yang dingin itu tampak begitu angkuh.
“Duduk!” Ia menunjuk ke sofa di depannya dengan jemarinya yang dihiasi cat kuku merah tua.
Dengan mendengus jengkel, kuempaskan tubuhku penuh kemalasan.
Matanya menyusuri aku, seperti seorang jaksa berhadapan dengan pembunuh berdarah dingin. Aku tak peduli.
Yah… kenalkan! Wanita eksklusif ini Mamaku. Musuh bebuyutanku. Orang yang selalu menganggap aku binatang liar yang tak pernah punya sisi kebaikan.
“Kemana kamu tadi?” Seolah lupa, ia bertanya lagi.
“Ke sekolah!” tandasku kasar.
“Sekali lagi. Kemana kamu tadi?” Matanya semakin menajam menusukku.
Aku menghela napas berat. Jengkel dan kesal.
“Pergi.”
“Kemana?”
Aku tak mau menjawabnya.
“Sudah berapa lama kamu tidak sekolah?”
Aku meringis keki. Dia masih menunggu jawabanku.
“Baru tiga belas hari,” aku menjawab ringan.
“Oh, bagus!” serunya sinis.
Aku diam saja. Bodoh amat apa katamu! batinku memaki.
Mama berdiri. Masih dengan dagu yang sedikit terangkat, Mama menatap sejenak kepadaku.
Kutatap matanya. Kutatap lebih dalam lagi. Aku mencari kasih sayang yang selalu kuragukan di sana. Tapi rangkaian tembok baja yang terlalu kokoh, yang terlalu dingin, membalas harapanku.
“Sehari lagi kamu bolos, uang jajan cuti tiga bulan.” Tekanan nadanya mengisyaratkan aku akan ketidakmungkinan untuk membantah.
Mama meninggalkanku. Dengan langkah yang tegar, ia menghilang ditelan pintu kamarnya.
Dengan geram aku berjalan ke kamar. Kubanting pintu kamarku dengan keras.
Sayang, foto Mama di mejaku sudah kubakar dua hari yang lalu. Sekarang tak ada lagi yang bisa kulakukan, untuk menyuapi kekesalanku agar tak kelewat kelaparan.
Mama keterlaluan. Dia selalu berusaha menjadi musuhku. Dia tak mau mengerti akan aku. Selalu!
Comment