Tentang Mama

Foto: Istimewa

“Besok Mama antar. Mama tidak mau wali kelas kamu menelepon lagi, karena kamu tidak muncul di sekolah tanpa sebab yang jelas.”

Diktator! umpatku dalam hati. Dia selalu bicara seolah-olah “ratu” di rumah ini. Absolut! Dan tidak ada yang bisa membantahnya. Huh! Gara-gara ditinggal Papa ketika aku masih belum bisa bicara, Mama memang jadi tak kenal musyawarah lagi. Dia tidak mau anak-anaknya sampai mengikuti jejak Papa. Oya, belum kuceritakan. Mama memang meninggalkan Papa karena Papa selalu punya wanita lain, dan tak pernah mau mencari nafkah

Hah, entah keberapa kali, kutatap lagi matanya. Menanyakan, masih adakah kasihnya untukku, dengan penuh keraguan. Tapi dia sudah berpaling meninggalkanku dan lenyap di kamarnya lagi. Ah! Sudah! Terlalu bodoh aku berharap.

***

Luar biasa! Aku sangat bahagia hari ini. Bayangkan, tadi pagi Mama mendapat telepon dari rumah sakit tempat dia bekerja. Katanya, ada pasien gawat darurat yang butuh pertolongan secepat mungkin.

Wah, syukurlah. Mama tipe dokter sejati. Dia selalu mendahulukan nyawa seseorang di atas segala-galanya.

Leganya….

Setelah tiga hari aku tersiksa. Bayangkan! Aku, Otish, biang kerok yang paling populer di sekolah, selama tiga hari diantar Mamanya! Tak cukup hanya itu. Dia tidak akan pulang sebelum yakin aku benar-benar duduk dengan manis di kelasku yang menyebalkan itu. Malunya minta ampun. Seluruh dunia berlomba-lomba mengejek aku.

Sekarang tiba-tiba aku bebas. Hehehe. Bolos lagi, ah! Selagi ada kesempatan!

Aku sudah hampir keluar dari pagar rumahku. Tiba-tiba aku teringat. Oya! Uangku ludes sama sekali. Kemarin, Koko akhirnya punya kesempatan memberikan aku obat yang dijanjikannya, yang masih tersimpan di kantung celanaku dan belum sempat kuminum. Tentu saja ditukar dengan seluruh uangku. Tak mungkin aku bisa bolos dengan uang yang tinggal logam-logaman saja.

Aku pun kembali masuk ke rumah. Untung aku tahu tempat Mama menyimpan uang sisanya selama ini. Di laci meja riasnya, di atas laci rahasia, tempatnya menyimpan barang-barang berharga. Dasar Mama kurang mikir. Untuk apa dikuncinya laci tempat barang-barang kesayangannya?

Paling-paling hanya berisi barang-barang rongsokan yang tak berguna. Lebih baik dikuncinya rapat-rapat lacinya yang berlimpah uang itu. Apalagi dia sadar aku sering menculik uang-uang itu. Tapi bodoh amat! Kalau benar-benar dikuncinya, dari mana bisa kudapatkan uang secara cepat dan efisien?

Aha! Ternyata uang Mama sedang banyak. Asyik! Bisa hidup nikmat hari ini. Buru-buru kusumpalkan uang-uang itu ke kantung bajuku. Saat aku mentutupnya, tiba-tiba aku tersadar. Lho? Kunci laci di bawahnya, laci rahasia Mama, masih bergantung di tempatnya! Rupanya Mama lupa membawanya.

Entah mengapa, tiba-tiba aku tertarik dan penasaran untuk membongkarnya. Maka tanpa ragu-ragu aku membukanya. Dan….

Comment