Kepak Sayap Honda, Filosofi Keberhasilan di Balik Senyum Dewi Nike

Foto: Effendy Wongso

Kepak Sayap Honda, Filosofi Keberhasilan di Balik Senyum Dewi Nike
Oleh Effendy Wongso

MEDIAWARTA.COM – Teaser dalam film Rudy Habibie tidak sekadar menggambarkan ihwal keberhasilan seorang anak kecil di Parepare yang kelak menjadi presiden RI ketiga, tetapi lebih dari itu teaser juga menggambarkan mural kompleks terkait obsesi dan intensitas untuk menghasilkan karya yang dapat membawa kebaikan bagi banyak orang.

Bagi Rudy kecil, pesawat udara adalah dua makna yang lamur. Di satu sisi, pesawat udara berarti monster besi terbang buatan Jepang yang memporak-porandakan Parepare, sementara di sisi lain benda tersebut adalah impian yang ingin dijamahnya dalam realitas, merupainya tak hanya dalam majas namun melentuknya jelma jasadi yang mendengung di atas awan dan angin, persis obsesinya selama ini.

Sungguh, ini ambigu yang membingungkan namun ia jalan terus, dan RWTH Aachen Jerman adalah pelontar ia menuju masa depan yang lebih cemerlang. Kecintaan dan nasionalisme Rudy terhadap Indonesia, mengandili lahirnya industri pesawat udara pertama di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara, Dirgantara Indonesia (DI). Sebelumnya DI dikenal sebagai PT Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN) pada 1976.

Tidak hanya Rudy, demikian nama akrab Bacharuddin Jusuf Habibie, tetapi di salah satu negara Asia Timur Jauh, Jepang, Soichiro Honda kecil juga memiliki mimpi yang sama. Ia tidak pernah putus asa meskipun secara aktual beragam aral merintanginya, kemiskinan, perang, dan banyak faktor lainnya kala itu.

Andai saja Soichiro patah pada 1940-an, maka tentu tidak ada kepak sayap Honda yang mengangkasa. Andai saja ia kalah, maka tentu tidak ada Honda Motor Company yang resmi didirikannya pada 24 September 1948. Andai saja ia menyerah, maka tak ada sayap Nenikhamen, Dewi Nike yang mengepak di setiap produk kendaraan roda dua yang sudah tersebar di seantero dunia.

Keberhasilan Soichiro, memang tidak terlepas dari semangatnya yang pantang menyerah. Jatuh berkali-kali dan bangkrut akibat krisis perang dan krisis ekonomi pasca Jepang kalah perang, tidak membuatnya patah semangat. Malah, ia tetap berkerja keras dan berinovasi untuk menghasilan apa yang telah menjadi obsesi masa kecilnya agar bisa menciptakan kendaraan yang dapat berguna bagi banyak orang. Bagi Honda, tidak ada Dewi Fortuna, tetapi yang ada adalah Dewi Nike.

Saat membuat pabrik sepeda motor pertamanya, Soichiro memang terinspirasi Dewi Nike, yang dalam bahasa Jepang lebih dikenal sebagai Nenikhamen, “sosok” dewi cantik yang memiliki sayap besar di punggungnya. Dalam mitologi Yunani, Nike adalah dewi kemenangan dan keberhasilan (Victory). Dewi tersebut menginspirasinya, dengan tujuan mulia ia ingin suatu saat membawa produknya bisa “mengangkasa” bersama sayap besar Dewi Nike.

Itulah filosofi yang dipegang teguh Soichiro. Ia ingin produknya sukses dan berhasil di pasaran. Di bawah pabrik otomotif kecilnya, Honda Motor Company, ia memproduksi sepeda motor yang sangat sederhana, seperti Honda A-Type, B-Type, C-Type, dan D-Type.

Sejak saat itu, Honda, sebutan perusahaanya, mulai menelurkan karya-karyanya yang fenomenal, berkembang menjadi salah satu perusahaan otomotif tersukses dunia. Impiannya yang dituangkan dalam lambang sayap mengepak pun menjadi kenyataan. Ia berhasil menjadi pemenang. Seperti kata Soichiro, “Menang”. Buktinya, siapa yang tidak mengenal Honda yang merajai produk otomotif di seluruh dunia.

Soichiro adalah seorang pebisnis dan teknokrat sejati. Terbukti, lebih 100 penemuannya telah dipatenkan. Selain itu, yang paling penting Soichiro adalah seorang “pemimpi” meskipun kegagalan selalu mengikuti hidupnya.

Ia pernah berkata, ”Orang melihat kesuksesan saya hanya satu persen, tetapi mereka tidak melihat 99 persen kegagalan saya. Ketika mengalami kegagalan, maka segeralah mulai kembali bermimpi dan mimpikanlah mimpi baru!”

Jauh di balik awan, seandainya mengejawantah dan kasatmata, Soichiro pasti dapat melihat senyum bahagia Dewi Nike. Sayap-sayap kecil yang diciptakan Soichiro dengan nama Honda, bahkan melebihi kepakan sayap sang Dewi, sehingga melampaui batas angkasa sekalipun.

Seperti pesawat udara kecil Rudy yang mengangkasa pertama kali di Aachen, kepak-kepak sayap Honda juga sudah jauh mengangkasa!

Comment