Geylang, Distrik Prostitusi Legal di Singapura

RED DISTRICT - Aktivitas para PSK di Geylang. Daerah ini kerap disebut red district karena dipenuhi kegiatan prostitusi.

MEDIAWARTA.COM, SINGAPURA – Hampir semua daerah yang tergolong metropolitan, masih memiliki daerah kategori red district atau distrik merah. Red district adalah sebutan daerah yang memiliki konotasi kurang baik karena terdapat banyak aktivitas prostitusi yang tidak cocok dikunjungi keluarga yang memang ingin benar-benar berlibur.

Meskipun pemerintah daerah terkait tidak pernah mempromosikan red district sebagai tujuan wisata, namun boleh jadi daerah-daerah ini merupakan salah satu daya tarik wisata bagi wisatawan mancanegara (wisman) yang senang pelesir hiburan malam sehingga sengaja menyambangi destinasi ini.

Apalagi, prostitusi di daerah red district dilegalkan pemerintah setempat. Sebut saja Amsterdam Belanda yang memiliki Red Light District, Bangkok Thailand yang memiliki Patpong, dan Singapura dengan Geylang-nya.

Seperti diketahui, Geylang adalah distrik pelacuran legal yang lokasinya tidak jauh dari pusat Kota Singapura. Pekerja seks komersial (PSK) di sana berasal dari berbagai negara, seperti Indonesia, Thailand, Malaysia, India, Vietnam, dan Filipina. Prostitusi di Geylang disinyalir sudah dimulai sejak Stamford Raffles datang pada 1819. Kala itu, Raffles sadar terhadap potensi pelacuran karena daerah itu kerap disinggahi para pria dari berbagai negara. Sehingga, membiarkan daerah ini berkembang menjadi pusat prostitusi.

Dalam kesempatan ke Singapura, MediaWarta.com memilih menginap di salah satu hotel bintang dua distrik merah di Lor 6, Kamis (31/3). Pasalnya, tarif hotel di sini memang paling murah dibandingkan kawasan lain yang sangat mahal seperti di Orchard Road dan Bugis Street.

Di sini, rata-rata kamar dibanderol 65 dolar Singapura, dengan fasilitas kamar mandi dalam air panas, wifi gratis, televisi layar datar, dan air conditioner (AC). Jika dianggap terlalu mahal untuk ukuran bintang dua, sebenarnya masih banyak penginapan murah di Geylang.

Tentu saja, alternatifnya adalah dormitory atau semacam mes (asrama) yang dibanderol 20 dolar Singapura per kasur. Selain murah, hotel-hotel di sekitar kawasan ini juga dipenuhi para PSK yang menjajakan diri, terutama di Lorong (Lor) 10 hingga 20.

Dari penelusuran MediaWarta.com, meskipun terkenal ekstrem terkait keamanan, ketertiban, dan kebersihan, namun Geylang masih menyisakan beberapa kisah sumir terkait prostitusi. Pasalnya, selain tempat-tempat yang diizinkan untuk berjelajah memilih PSK kesukaan mereka, masih saja ada mucikari dan PSK terselubung yang berjejer di sepanjang Lor yang remang-remang.

PSK ini memang tidak legal, sebab yang dilegalkan adalah mereka yang sudah menjadi PSK di bar dan motel berizin. Di tempat legal, PSK diawasi secara ketat terutama terkait kesehatan mereka untuk menghindari penyakit kelamin.

Lantas, bagaimana dengan kondisi PSK ilegal. Jawabannya, jika ketahuan mereka bisa ditangkap aparat setempat. Biasanya, mereka adalah para pendatang dari Tiongkok, Filipina, Thailand, Vietnam, bahkan Indonesia (biasanya melalui Batam) yang mengunjungi Singapura sebagai pelancong.

Uniknya, beberapa Lor, terutama di area remang-remang, PSK berkelompok menurut etnisnya. Taruh saja, etnis Tionghoa (Tiongkok) yang berkumpul di salah satu Lor. Begitu juga etnis India, Thailand, Filipina, dan Indonesia.

Menyambangi distrik merah di bawah kepemimpinan Perdana Menteri Lee Hsien Loong ini, memang dapat disimpulkan tidak ada daerah (negara) yang sempurna. No body perfect! Mungkin begitu yang dapat disimpulkan jika meminjam salah satu judul lagu populer yang pernah dibawakan penyanyi sohor Miley Cyrus.

Effendy Wongso/Foto: Effendy Wongso

Comment