Pasar properti lesu, kawasan kumuh Makassar bertambah

Foto: Istimewa

MEDIAWARTA.COM, MAKASSAR – Pasar properti lesu, kawasan kumuh Makassar bertambah. Lesunya pasar properti di Makassar berdampak sistemik. Bukan hanya penurunan 140 sektor bisnis terkait, tata ruang perkotaan juga ikut terganggu.

Ketua Real Estate Indonesia (REI) Sulsel, Arief Mone, mengatakan, kawasan kumuh dalam kota akan semakin meluas.

“Saat ini habit masyarakat beralih yang tadinya membeli rumah di pengembang, membeli tanah sendiri. Akhirnya, mereka bangun sendiri tanpa pengaturan, sehingga jadilah kawasan kumuh,” kata Arief.

Performa bisnis properti di Makassar kian lesu sejak 2015 lalu. Ini sejak pemerintah menggerek biaya nilai jual objek pajak (NJOP), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) dan pajak bumi dan bangunan (PBB) hingga mencapai 300 persen.

Penjualan unit turun hingga 70 persen year on year (yoy) pada 2016 dibandingkan momen penjualan tinggi pada 2013 dan 2014.

Sekadar diketahui, loan to value (LTV) atas kredit pemilikan rumah (KPR) dinilai berpengaruh besar terhadap penjualan perumahan. Hal tersebut bisa dilihat dari data penjualan perumahan yang mulai mengalami penurunan di 2014-1015.

Surat Edaran (SE) Bank Indonesia (BI) No 15/40/DKMP yang diterbitkan pada September 2013 terkait pembatasan LTV, membuat uang muka alias down payment (DP) KPR rumah pertama melambung hingga 30 persen, dan berbuah pada penurunan penjualan rumah di tahun berikutnya.

Diketahui pula, sewaktu BI menaikkan DP KPR dengan harapan dapat menekan spekulan rumah, tujuannya untuk mereduksi spekulan yang menyebabkan harga rumah naik cepat.

Namun, dalam perjalanannya, bukannya sukses menekan jumlah spekulan, kebijakan itu justru berbuntut pada penurunan penjualan rumah. Tidak hanya rumah mewah yang sering dijadikan wahana spekulasi, tetapi juga rumah kelas bawah yang umunya merupakan rumah pertama.

Perlambatan ekonomi, kemudian kondisi politik yang kurang kondusif di 2014 lalu, kemudian juga persaingan bunga semakin ketat, bunga KPR jadi sangat tinggi sempat 13-14 persen. Sehingga, itu membuat daya beli masyarakat jadi turun. Apalagi, ditambah DP KPR sangat tinggi waktu itu, akhirnya penjualan rumah ikut menurun.

Menilik hasil survei harga properti residensial di Pasar Premier yang diterbitkan BI, memang terlihat LTV memberi dampak yang besar pada penjualan rumah. Dampaknya paling terasa di tiga bulan pertama 2014.

Pada triwulan pertama 2014, penualan properti residensial mengalami perlambatan secara kuartalan. Bila pada rentang Oktober-Desember atau triwulan empat 2013 penjualan properti tumbuh hingga 31,54 persen, di triwulan pertama 2014 pertumbuhannya hanya 15,33 persen.

Yang artinya, ada perlambatan yang cukup dalam pada sisi penjualan hunian. Penurunan penjualan terjadi pada semua jenis rumah terutama pada tipe besar. Meski sempat kembali tinggi hingga mencapai 36,65 persen di triwulan kedua 2014, namun penjualan rumah kembali melambat di triwulan ketiga 2014 yang mampu mencatatkan pertumbuhan sebesar 33,69 persen saja. Penurunan penjualan masih terjadi di segmen rumah besar.

Di triwulan keempat 2014, sebenarnya mulai tercatat adanya pertumbuhan penjualan mencapai 40,07 persen. Sayang, kenaikan penjualan tidak terjadi merata, hanya segmen rumah kecil yang mengalami kenaikan jumlah penjualan.

Singgih Wahyu Nugraha/Foto: Istimewa

Comment