Masih Ada Stigma dan Kekerasan terhadap Jurnalis

MEDIAWARTA.COM, JAKARTA  Media Freedom Committee Indonesia menurunkan delapan wartawan dari delapan media yang berbasis di Jakarta, Makassar dan Solo mulai 29 Januari – 3 Februari 2017 untuk mendapatkan fakta di lapangan terkait kebebasan pers di Papua.

Para jurnalis mengunjungi tiga kota, yaitu Timika (Gadi Makitan, Palupi Auliani, Sunarti Sain), Jayapura (Adi Marsiela, Arientha Primanita) dan Merauke (Anita Wardhana, Angelina Maria Donna, Rini Yustiningsih).

Perjalanan ini merupakan bagian dari program Strengthening Media and Society yang didukung oleh World Association of Newspapers and News Publisher (WAN-IFRA).
Saat jumpa pers di Aone Hotel Jakarta, Eko Maryadi, Eko Maryadi Regional Manager (Asia) Strengthening Media and Society (SMS) Programme Press Freedom Department World Association of Newspaper and News Publishers (WAN-IFRA) mengungkapkan sejumlah temuan di tiga kota yang dikunjungi

“Perlakuan aparat pemerintah dan keamanan masih diskriminatif terhadap jurnalis OAP (orang asli Papua) dan non OAP begitu juga sebaliknya,” tegas Eko.

Eko Maryadi juga menambahkan, masih ada stigmatisasi terhadap jurnalis antara yang pro merdeka dan pro NKRI. Stigma ini kemudian dijadikan senjata bagi aparat untuk melakukan intimidasi. Stigmatisasi itu juga membuat jurnalis di Papua terkotak-kotak.

Soal lingkungan, kerusakan lingkungan terkait dampak ekonomi dan pembangunan yang kerap meminggirkan hak asasi manusia dan kearifan lokal tidak banyak diberitakan karena banyaknya pembatasan dan intimidasi terhadap jurnalis di lapangan.

“Tim juga mendapatkan kebutuhan yang hampir sama bagi jurnalis Papua yakni penguatan kapasitas jurnalistik. Mulai dari penerapan kode etik, pemahaman profesi jurnalis, hingga penguasaan teknologi termasuk model bisnis yang tidak menyandera independensi pers,” urai Eko yang didampingi perwakilan jurnalis yang melakukan perjalanan di Papua selama lima hari.

Hal lainnya adalah perlu adanya perubahan perspektif media di luar Papua dalam peliputan dan pemberitaan Papua untuk mendapatkan fakta yang lebih komprehensif dan faktual.

Khusus untuk jurnalis asing yang, sejak Presiden RI Joko Widodo membuka akses bagi jurnalis asing, sampai bulan Januari ada 16 jurnalis asing yang datang dan meliput di Papua. Meskipun begitu, masalah independensi tetap dipertanyakan karena 11 diantaranya datang didampingi aparatur pemerintah.

Salah satu anggota tim, Adi Marsiela bahkan menemukan fakta terjadinya kasus pelecehan seksual terhadap jurnalis perempuan di Jayapura. Kasus ini ada yang dilaporkan dan ada juga yang tidak dilaporkan.

Tim MFC WAN IFRA juga mendorong pemerataan infrastruktur komunikasi dan akses teknologi informasi di seluruh Papua untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik.

Sebagai informasi tambahan, Indeks Kebebasan Pers yang disusun Dewan Pers pada tahun 2015 menyebutkan bahwa provinsi Papua berada dalam kondisi agak bebas (skor 63,88). Sedangkan Provinsi Papua Barat tercatat sebagai provinsi kurang bebas (skor 52,56).

Penulis : Sunarti Sain

Comment