MEDIAWARTA, MAKASSAR – Tidak cukup 1 menit, uang nasabah BRI ratusan juta diduga hilang di tabungan. Siapa yang bertanggung jawab akan kejadian tersebut?
Adalah Sigit Prasetyo (32), warga Jalan Emmy Saelan, Kota Makassar, mengaku kehilangan uang sebesar Rp 400 Juta, setelah menabung di Bank BRI Unit Toddopuli, Makassar.
Menurut pengakuannya, uang yang ditabungnya itu, raib hanya dalam waktu kurang dari satu menit.
Kejadiannya, bermula di Tahun 2018. Menurut Sigit, Ia mengikuti salah satu program yang ditawarkan pihak marketing Bank BRI, dengan iming-iming hadiah langsung.
“Kebetulan saat itu saya punya uang yang memang belum digunakan. Saya juga ikut itu, karena saya pikir uang saya juga aman. Ya sudah, saya ikut prosedurnya dan slip itu keluar dan saya setor (administrasi) tahun 2018 itu,” kata Sigit, Selasa (16/3/2021) malam.
Saat program yang diikutinya itu berjalan, ia mengaku mendapat hadiah televisi. “Pertama saya bertransaksi di bank, dan kedua tersistemnya di bank dan yang menawarkan saya adalah pegawai aktif,” terang Sigit.
Setahun program itu berjalan, tepatnya 2019, ia mengaku akan mencairkan sejumlah uang yang telah didepositnya tersebut. Namun, uang yang telah ditabung, kata dia, telah raib entah kemana.
Untuk mengetahui kemana uangnya itu, Sigit berinisiatif mencetak rekening koran atau bukti transaksi di rekeningnya.
“Saya berinisiatif untuk mencari tahu dan mencetak rekening koran biar jelas. Ternyata uang saya masuk pada tanggal yang sama di detik 49 di tanggal yang sama, uang itu berpindah keluar tanpa sepengetahuan saya,” ungkapnya.
“Jadi saya bertanya. Ada apa dengan BRI. Karena tidak masuk akal sekali. Kita baru nyetor, 49 detik langsung hilang tanpa pemberitahuan saya. Slipnya pun tak ada,” tambahnya.
Raibnya uang yang katanya hendak digunakan untuk jual beli kendaraan itu, pun dilaporkan ke Ditkrimum Polda Sulsel pada 12 Februari 2020 lalu.
BRI: Terduga Pelaku Bukan Lagi Karyawan
Saat dikonfirmasi ke pihak bank, Pemimpin BRI Kantor Wilayah Makassar, Mohamad Fikri Satriawan mengatakan, terduga pelaku penipuan itu bukan lagi bagian dari karyawan BRI.
Kejadian tersebut menurutnya, merupakan tindakan penipuan yang dilakukan pelaku pada tahun 2018, setelah tidak menjadi pekerja BRI lagi.
“Kasus tersebut telah diproses melalui saluran hukum, sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” ungkap Mohammad Fikri, Jumat (19/3/2021).
Pakar: BRI Harus Bertanggung Jawab
Terjadinya silang pendapat antara Sigit Prasetyo sebagai nasabah, dengan pihak Bank BRI, dimana disebutkan kejadian ini merupakan tindakan penipuan yang dilakukan pelaku pada tahun 2018, setelah tidak lagi menjadi pekerja di BRI, mengundang pendapat dari sejumlah pakar.
Dosen Ekonomi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, Abdul Muttalib mengatakan, dalam kasus ini BRI juga harus bertanggung jawab. “Karena ini terjadi di lingkungan BRI, maka pihak BRI harus bertanggung jawab,” ujarnya, Sabtu (20/3/2021).
Sementara, menurut Dosen Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin Makassar (Unhas), Fajlurrahman Jurdi, melihat ini ada indikasi penipuan. Yang diduga dilakukan oleh Zul Ilman Amir, bekerjasama dengan orang dalam BRI Unit Toddopuli.
“Ini bisa juga kerja sama dengan pihak bank, kalau melihat komentar dia (Sigit) di beberapa media. Karena tidak mungkin bukan karyawan yang bisa leluasa mengatur uangnya orang, kalau bukan karena kerja sama dengan orang dalam,” ungkapnya.
Menanggapi dokumen pernyataan Zul Ilman Amin yang menggunakan dua meterai 6000, ahli pidana Audina Mayasari mengatakan, seharusnya meterai tersebut berlaku Januari 2021, bukan tahun 2018.
“Kalo berdasarkan Pasal 263 KUHP pemalsuan dibagi dua. Ada dokumen yang tidak ada awalnya ‘diada-adakan’ atau bisa juga dianggap pemalsuan jika memang benar ada dokumen seperti itu. Tapi berbeda dengan aslinya, bisa mungkin diubah tanda tangannya atau isinya,” jelas dia.
“Jadi dokumen ini harus dilakukan pemeriksaan kembali, apakah itu termasuk pemalsuan dokumen,” sambungnya.
Audina Mayasari menuturkan, apapun yang dilakukan baik Zul Ilman Amin dan BRI yang mengubah substansi dari surat tersebut akan ada konsekuensi. “Ada akibat hukum dengan mengubah substansi suatu surat, itu sudah bisa dianggap pemalsuan,” pungkasnya.
Penulis: Nur Rachmat
Comment