Tak Ada Cinta di Singapura

Foto: Istimewa

“Kamu marah?”

“Tentu saja. Aku tidak suka orang yang sering ingkar janji.”

“Sori. Ini inisiatifku. Kalau marah, ya sama aku.”

“Ya, sudahlah. Bubur tidak mungkin jadi nasi kembali.”

“Terlebih-lebih menjadi padi.”

Mereka tertawa. Diliriknya kembali pemuda itu. Ada sepasang lesung yang menyembul indah di sudut bibirnya.

“Cel….”

“Kamu pasti ingin tahu kenapa aku….”

“Aku sudah tidak marah lagi, kok.”

“Syukurlah. Aku malah khawatir marahmu itu akan berbuntut benci.”

“Aku tidak sejahat itu.”

“Sebenarnya….”

“Nindy sudah menceritakannya. Kamu….”

“Ya, ya. Tidak ada yang kututup-tutupi kalau sudah curhat sama sepupuku itu. Kamu pasti sudah tahu kalau selama ini aku tuh naksir kamu. Cuma….”

“Cuma apa?”

“Kenapa kamu menghindari aku?”

“Ak-aku….”

“Kamu tidak suka sama aku, kan?”

Mawar diam seribu bahasa. Lidahnya kelu. Hatinya berkecamuk. Haruskah dia berterus terang tentang derajat dan martabat keluarga yang sangat jauh berbeda. Seperti langit dan bumi.

“Trims kamu mencintai aku. Ta-tapi… kita beda, Cel!”

“Beda bagaimana? Kamu makannya nasi, ya aku juga. Memangnya anak tajir itu makannya nasi butiran berlian apa?”

“Tapi….”

“War, listen to me please. Kalau aku suka kamu, ya aku suka. Kamu jangan mencampuradukkan perasaan dengan obsesi dan kisah-kisah klasik pengantar bobo begitu, dong!”

“Tapi….”

“Aku tidak ingin kecewa lagi, War. Aku sudah banyak menderita akibat kesalahanku sendiri. Dulu, aku tidak pernah jujur terhadap diriku sendiri.”

“Memangnya….”

“Mungkin Nindy sudah cerita sama kamu.”

Mawar mengangguk.

“Tiga tahun lalu, ketika aku masih SMA di Singapura; aku jatuh hati sama salah seorang teman sekelas. Namanya May Shiang. Dia juga tampaknya suka. Tapi, aku tidak pernah jujur dengan hatiku sendiri. Aku bersikeras untuk tidak menghiraukan rasa cintaku kepadanya dengan hanya menganggap dia seperti gadis-gadis teman sekolahku yang lainnya. Padahal, dia sudah sering menampakkan rasa ketertarikannya kepadaku. Lewat perhatian-perhatian yang lebih dari sekadar pertemanan biasa.”

“Tapi, kenapa kamu dan dia tidak dapat bersatu? Bukankah, Si May… siapa?”

“May Shiang.”

“Ya, May Shiang. Dia kan suka juga sama kamu?”

Comment