MEDIAWARTA.COM, MAKASSAR – Mi ayam atau bakmi ayam adalah masakan Indonesia yang terbuat dari mi kuning direbus mendidih, selanjutnya ditaburi saus kecap khusus beserta daging ayam dan sayuran. Mi Ayam terkadang ditambahi bakso, pangsit, jamur, dan bahan lainnya seperti keripik.
Mi atau lebih dikenal dengan penyebutan mie, berasal dari Tiongkok, tetapi mi ayam yang serupa di Indonesia tidak ditemukan di Negeri Panda tersebut. Mi ayam aslinya dari Tiongkok Selatan, terutama dari daerah-daerah pelabuhan seperti Fujian dan Guandong.
Meskipun mi bukan asli Indonesia, tetapi nyatanya kini mi ayam seakan sudah menjadi makanan tradisional Indonesia. Makanan ini sudah tersebar di seluruh Indonesia. Terutama di daerah Jawa, makanan ini sangat mudah ditemukan. Penjual mi ayam di Indonesia yang populer berasal dari Wonogiri.
Di Makassar, sudah tidak terhitung pengusaha kuliner yang menawarkan mi ayam, salah satunya Mie Ayam Mas Jenggot Tanpa Tulang. Resto yang berlokasi di Jalan Daeng Tata Raya, Makassar ini, memiliki cita rasa berbeda, khususnya dalam pengolahan menu mienya.
Mie Ayam Mas Jenggot Tanpa Tulang mengedepankan konsep syariah dalam melayani konsumennya. Syariah yang dimaksud, tentu juga mengaju terhadap jaminan kehalalan makanannya.
“Kami menggunakan metode syariah, sehingga tidak tanggung-tanggung menyajikan mi buat konsumen. Artinya, mi kami buat sendiri. Selain itu, daging yang kami sajikan tidak ada tulangnya, berbeda mi ayam pada umumnya,” ungkap pemilik Mie Ayam Jenggot, Iman Firdaus saat ditemui di tempat jualannya belum lama ini.
Menurut ayah satu anak ini, konsep menu yang dijualnya adalah mi dengan daging tanpa tulang hasil racikan sendiri, sehingga menambah cita rasa yang berbeda. Selain itu, pihaknya juga menyediakan Pempek Palembang, Mie Ayam Bakso Mas Jenggot, Mie Ayam Bangka, dan Mie Ayam Jamur.
Iman menambahkan, Mie Ayam Jenggot, Pempek Palembang dan Mie Ayam Bangka dibanderol Rp 15 ribu, Mie Ayam Jamur Rp 16 ribu, serta Mie Ayam Bakso Mas Jenggot Rp 18 ribu.
“Dalam usaha (kuliner), kalau sudah memiliki brand yang dikenal, harga berapa pun orang pasti beli. Berbeda pengusaha yang baru memulai, banyak sekali orang komplain dan bertanya tempatnya bagus atau tidak, nyaman atau tidak, enak atau tidak makanannya, bersih atau tidak tempatnya, dan mahal atau tidak,” tutur mantan desainer sebuah majalah ini.
Target ke depannya, Iman mengemukakan ingin menambah menu baru serta meningkatkan omset. “Saat ini, omset berkisar Rp 500 ribu-Rp 800 ribu setiap harinya. Kami juga ingin memiliki beberapa cabang dan bermitra dengan orang lain, karena tidak bisa dipungkiri kalau manusia tidak bisa kerja sendiri,” tutupnya.
Comment