“Nah, kenapa mesti takut?”
“Jadi Tuhan sayang sama Yaya?”
“Tentu saja.”
“Kalau begitu, Tuhan pasti mau dong mendengarkan dan mengabulkan permintaan Yaya.”
“Tentu. Kalau Yaya berjanji nggak akan nakal dan berjanji akan selalu bersikap manis.”
“Yaya janji, nggak akan nakal lagi. Asal….”
“Asal apa?”
“Asal Tuhan mau mengabulkan permintaan Yaya supaya Kak Ika mau tinggal terus bersama Yaya!”
***
Minggu, 11 Agustus 1996
Ternyata malam itu Pak Tio diam-diam ‘nguping’ semua pembicaraanku dengan Yaya. Saat itu dia ingin mengucapkan ‘selamat bobo’ kepada Yaya seperti kebiasaannya setiap malam. Namun diurungkannya niatnya itu kala mendengar percakapan serius kami. Tentang kesepian-kesepian yang kerap dirasakan Yaya. Pak Tio tersentuh. Matanya hatinya terbuka.
“Bapak akan sangat berterima kasih kepada Nak Ika jika bersedia tinggal bersama kami,” pinta Pak Tio pagi-pagi sekali, kemarin sebelum dia berangkat ke kantornya.
“Tapi….”
“Bapak maklum,” Pak Tio menyergah. “Adik-adikmu boleh tinggal di sini. Hitung-hitung ada yang menemani Yaya.”
Aku tidak dapat menolak. Semua terserah kepada keputusan Ayah. Kemarin malam pula, sehabis pulang kerja, Pak Tio langsung ngomong kepada Ayah. Mengutarakan semua maksudnya. Dan Ayah bersedia dengan senang hati.
Aku menarik napas lega. Ternyata selama ini ada yang Pak Tio lalaikan sebagai seorang Ayah yang baik. Dan itu adalah kasih sayang! Meski yang dilakukannya selama ini kerja keras dan banting-tulang semata-mata demi Yaya, namun hal tersebut belumlah cukup. Yaya perlu perhatian dan kasih sayang. Tidak cukup hanya memenuhi kebutuhan-kebutuhannya saja.
Ketika aku sampaikan kepada Yaya, aku akan tetap tinggal bersamanya, saat itu juga dia langsung merangkulku seoah tidak mau melepaskanku lagi. Dia menangis bahagia. Aku pun turut menangis.
Heran. Hari ini kami sama-sama menjadi cengeng. Bahkan, Bik Sum juga ikut-ikutan mengucurkan air mata saat kami berangkulan tadi.
Rino datang menggugah keharuan kami dengan salaknya yang nyaring. Seolah-olah dia juga merasakah hal yang sama dengan kami. Yaya memeluk anjing kecil itu. Lantas dia bergulingan di atas rerumputan.
Ah, setan kecil itu telah berubah menjadi bidadari kecil di mataku.
Biodata Penulis:
Effendy Wongso, lahir di Bone, 13 Juni 1970. Cerpen-cerpennya tersebar hampir di seluruh majalah remaja nasional. Nominator Lomba Cipta Cerpen Remaja (LCCR) Anita Cemerlang empat tahun berturut-turut, sekaligus salah seorang pengarang paling produktif versi majalah Anita Cemerlang 1996 ini, pernah tercatat sebagai koresponden majalah Anita Cemerlang (1996-1998), pemimpin redaksi majalah Planet Pop (1999-2000), dan Redaktur Pelaksana di majalah Makassar Terkini (2008-2009). Cerpen Bidadari Kecil ini pernah dimuat di majalah Anita Cemerlang pada 1996 sebagai salah satu nominator dalam LCCR Anita Cemerlang 1995.

Comment