Kamu Bukan Maling, Tatyana!

Tatyana Romanov

“Saya ibarat penderita kusta. Dijauhi, dimusuhi….”

“Mereka tidak bermaksud begitu….” Edwin menyela, berdiri dari duduknya di bangku kantin sekolah.

Saya menggigit bibir keras, menahan tangis yang hendak menyeruak.

“Bahkan, Papa mempermalukan saya di hadapan orang banyak…,” urai saya parau. Sungguh, saya sakit hati dan sedih ketika mengingat kejadian kemarin siang. Papa menampar pipi saya. Lalu memaki-maki saya pencuri di hadapan pembelanja swalayan.

“Ta-tapi….” Edwin kembali duduk di samping saya. Keningnya berkerut.

“Padahal, saya tidak mencuri….”

“Iya, saya tahu kamu tidak mencuri. Kamu cuma klepto. Itu cuma penyakit….”

“Apa bedanya….”

Edwin terdiam.

“Mungkin dengan kepergian saya ke Praha, akan dapat menyelesaikan masalah. Supaya Papa-Mama tidak malu lagi punya anak pencuri!”

“Tya…!”

“Trims, Win. Hanya kamu yang percaya saya bukan pencuri.”

Saya berlalu dari kantin. Saya merasa tidak punya harga diri lagi meski Edwin dengan tulus membela saya. Dia cowok yang baik. Dan hanya dialah satu-satunya yang tidak mengasingkan saya seperti teman-teman lainnya. Tulus saya ucapkan terima kasih untuk kebaikannya itu. Tapi jujur saya tidak tahan lagi. Mungkin kepergian saya ke Praha bisa memupus prahara di hati saya. Mungkin di sana masih ada orang yang mau menerima utuh kehadiran saya. Bukan sebagai pencuri!

Mendadak saya teringat Oma Selena. Betapa rindunya saya akan pelukan dan belaian sepasang tangan keriputnya….

Comment