Kezia teringat lagi kata-kata penghibur yang pernah dilontarkan sahabatnya itu.
“Lupakan Rudi, Kez. Kalau dia memang cinta sama kamu, dia pasti menerima kamu apa adanya. Dia bisa menerima kehadiran kamu utuh sebagai seorang kekasih, bukan dari bentuk fisik. Bukan dari tubuh langsing atau gemuk, ringkih atau gembrot. Tapi murni berlandaskan hati.”
Mengingat kalimat itu, air mata Kezia menitik. Tangannya refleks membuka lembar demi lembar buku hariannya itu. Ada begitu banyak tulisan yang menggambarkan hatinya yang patah dan retak karena Rudi. Rudi yang lebih memilih Jenny hanya lantaran perkara sepele. Langsing!
Dalam intuisinya pula, Kezia merasa Jenny itu lebih cantik, pintar, kaya, dan lebih segalanya darinya. Dilema pun muncul karena ia baru saja menyentuh masa lalu itu kembali, dan menerima meskipun pernah demikian menyakitkannya.
Padahal, ia sudah berjanji kepada Olive untuk melupakan Rudi. Sebab ia sadar, sudah begitu banyak segi kehidupannya yang berantakan gara-gara Rudi. IPK-nya turun drastis. Badannya yang bertambah gemuk tak terkontrol karena stres. Hubungan dengan keluarga dan teman-temannya juga semakin renggang karena keegoisan Rudi yang melarangnya terlampau bergaul bersama kawan-kawan lamanya.
Sekarang, mestikah ditepisnya janjinya kepada Olive untuk memulai segalanya dengan hari yang baru, dan tak terkungkung wajah tampan Rudi?
“Jangan musuhi makanan, Kezia! Makanan bukan musuhmu. Makanan adalah sahabat kita. Dia menopang hidup kita, menjadi darah dan daging bagi fisik kita. Musuhmu adalah dirimu sendiri, yang tidak dapat dapat melupakan masa lalu.”
Kezia tersedu. Olive memang sedang tidak berada di hadapannya. Olive sedang tidak memarahi, terlebih-lebih menghakiminya. Tetapi ia merasa menjadi seorang pidana mati yang dilematis.
Ah, cinta itu memang telah membutakan nuraninya.
***
Seminggu kemudian….
Diet ketat yang telah dilakukan Kezia rupanya cukup berhasil. Bobotnya turun dari 65 kilogram menjadi 62 kilogram. Senyum bahagia tampak jelas di wajahnya. Celana pensil yang tadinya agak sempit kini sedikit lebih longgar. Ia juga menyiapkan kue nastar buatannya sendiri untuk dibawakan ke rumah Rudi. Kezia memang ahli dalam hal memasak dan membuat kue. Mungkin itu juga yang menjadi alasan mengapa tubuhnya gemuk karena ia harus mencoba masakan dan kue-kue yang dibuatnya sendiri.
“Tante, Rudi-nya ada?” tanya Kezia kepada Mamanya Rudi.
“Kezia? Oh, Rudi-nya lagi pergi sama Natasya.”
“Natasya siapa, Tante? Temannya Rudi, ya?”
“Rudi belum kasih tahu kamu, ya? Mereka berdua kan sudah mau tunangan! Mereka lagi pergi ke toko emas pesan cincin,” ujar Mamanya Rudi sambil tersenyum.
Comment