Tak Ada Cinta di Singapura

Foto: Istimewa

Tak Ada Cinta di Singapura
Oleh Effendy Wongso

MEDIAWARTA.COM – Mawar hanya mematung seperti arca. Duduk anteng dengan tatapan lurus ke depan. Tak menoleh barang sekejap pun ke arah pemuda yang tengah nyetir di sebelahnya. Disumpah-sumpahinya Nindy karena melarikan diri dari tanggung jawab. Biar jadi kodok pada kehidupan berikutnya!

Bayangkan. Masa dia bilang mau beli shampo di Bekasi, dan mendadak tidak dapat menemani mereka minum-minum di Frontrow Cafe. Dan kurang ajarnya lagi, dia langsung terbang seperti kuntilanak tanpa pamit terlebih dulu. Padahal, acara ini kan atas inisiatifnya?

Celakanya, dia menerima ajakannya karena cewek itu pakai acara memelas segala rupa. Hasilnya, dia tidak tega ‘say no’ kepada sobatnya itu. Namun akibatnya, sekarang dia hanya dapat terlongo bingung seperti sedang kesetrum listrik. Hm, ini pasti akal bulusnya untuk mempertemukannya dengan sepupunya, Marcel!

Beli shampo di Bekasi?! Huh, kenapa tidak beli shamponya sekalian di Kamerun sana!

“Sore ini kamu cantik sekali.”

Mawar nyaris kelengar. Bukan karena dia dijatuhi durian runtuh, tetapi tidak seperti biasanya pemuda pendiam seperti Hua Ce Lei dalam Meteor Garden ini dapat melafalkan kalimat barusan.

Mungkin dia baru saja menamatkan kursusnya di John Robert Power, sekolah kepribadian itu. Soalnya, kalau seorang Marcel George Simbolon tadi hanya asal gombal, tentu tingkahnya tidak sewajar tadi. Jadi, mana mungkin orang sedingin kulkas ini dapat tiba-tiba menjadi prenjak jantan.

“Eh, kamu kenapa?” Marcel mengibas-ibaskan telapak tangan kirinya di depan wajah Mawar.

“Uh, ti-tidak apa-apa….”

“Lagi mikirin pacar kamu, ya?”

Mawar mengernyitkan dahinya. Hei… dari mana datangnya keberanian itu? Setahunya, meski dia baru bertemu dengan pemuda itu sebelas kali, dan itu pun hanya di rumah Nindy. But, today?  Dia yakin Marcel yang dikenalnya bukan seperti Marcel yang sekarang. Atau, mungkinkah dia hanya mengenal Marcel tidak lebih dari seperseratus bagian dari seluruh sifat aslinya?

Tapi, tidak mungkin dia salah. Bukankah Nindy juga yang mengatakan kepadanya kalau kakak sepupunya itu memang sedingin salju di Kutub Utara. Dan salju itu akan menjelma menjadi manusia es bila berhadapan dengan cewek.

“Selain aku sepupu satu kalinya, dia tidak punya saudara cewek. Dia anak bungsu dari tujuh bersaudara. Dan semuanya pejantan. Makanya, yang namanya makhluk perempuan itu merupakan koloni yang berasal dari angkasa luar. Asing sekali baginya.”

“Sebegitu parahnyakah?”

“Tidak parah-parah amat, sih. Tapi, dia pernah curhat sama aku. Katanya, dulu, selain kamu, dia pernah suka sama seorang gadis Singapura. Oh, aku lupa beri tahu kalau Si Marcel itu gedenya di Singapura.”

“Jadian?”

“Tidak tahu. Aku tidak mau mengorek masa lalunya. Kelihatannya dia sedih banget saat curhat. Pasti ada yang ‘something wrong’ dengan romantika masa lalunya itu.

Comment