Karmila berdiri setelah meraih lengan Miko, serta menarik kakaknya hingga berdiri juga. Sebelum Miko paham, ia terpaksa menurut ketika Karmila menariknya menuruni tangga. Karmila berhenti di anak tangga terakhir. Miko masih terus dipegang pergelangan tangannya oleh Karmila, seakan-akan orang buta yang ditunjukkan jalannya. Di samping tangga menuju lantai atas itu, mendadak Karmila kembali menangis. Berkali-kali ia menunjuk ke arah dinding di bawah tangga itu.
“Bongkar! Bongkar! Bongkar!” teriak Karmila berkali-kali bagai histeris. Ia terus menunjuk dinding di bawah tangga itu.
Miko kebingungan lagi. Ia memandang kedua orangtuanya yang juga sama-sama bingung.
Tangis Karmila semakin keras. Ia kembali meronta-ronta dan menggelosoh di lantai, mirip kelakuan bocah kecil yang dikecewakan.
Setelah itu Karmila terkulai, tertidur di lantai yang dingin dengan keringat bersimbah di sekujur tubuhnya. Ketika Miko dengan susah-payah membopong Karmila ke kamar ibunya, Pak Wibisono menguntit dari belakang dengan sikap tak berdaya.
“Niar? Siapa Niar?”
“Anak Pak Sindhu. Bapak lupa cerita Pak Wisnu tadi pagi?”
Setelah Karmila ditidurkan, Pak Wibisono dan istrinya duduk rapi di depan anak laki-lakinya. Miko menceritakan pertemuan dengan Pak Wisnu. Ia menceritakan kembali apa yang telah didengarnya dari Pak Wisnu.
“Aneh juga. Sekian pertemuan dengan Pak Sindhu, ia tak pernah bercerita perihal keluarganya, apalagi tentang anaknya yang mengalami gangguan mental. Bapak bahkan sama sekali tidak tahu bahwa Pak Sindhu telah beristri lagi.”
“Mungkin masih ada rahasia-rahasia yang sengaja disembunyikan olehnya. Rahasia-rahasia rumah ini,” kata Ibu Wibi. Ia tak bisa menyembunyikan ketakutan dan kekhawatirannya. “Lalu, apa hubungannya dengan Niar? Apa betul orang yang belum mati bisa merasuki Mila? Aneh!”
“Bongkar…?!”
Miko tengah berpikir keras.
Hari ini Pak Wibisono berjanji hendak menemui seorang paranormal kenalannya sepulang dari kantor, untuk membicarakan keanehan yang terjadi pada Karmila. Ibu Wibi dan Miko amat mendukung keputusan Pak Wibisono itu, namun Miko juga punya rencana lain.
Pulang sekolah, Miko tidak langsung pulang ke rumah, melainkan berbelok ke rumah Pak Wisnu. Untunglah Pak Wisnu juga sedang ada di rumah.
Ketika telah berhadapan dengan orang tua itu, Miko langsung menceritakan kejadian semalam.
“Dinding di bawah tangga?” Pak Wisnu memotong cerita Miko.
“Niar… maksud saya Karmila, menunjuk-nunjuk dinding di bawah tangga itu. Bongkar! Bongkar! Begitu katanya, Pak.”
Pak Wisnu nampak berpikir. Ia tengah menggali ingatannya.
Comment