Anton Medan: Budaya Kekerabatan Tergerus Aksi Kekerasan

MEDIAWARTA.COM, JAKARTA – Jika dulu bangsa Indonesia dikenal memiliki masyarakat yang santun, saling menghormati, dan suka menolong, saat ini justru sebaliknya. Egoisme dan premanisme kerap menjadi pemandangan biasa di kota-kota besar. Aksi kekerasan menjadi biasa dalam setiap penyelesaian masalah. Tanpa sadar, budaya kekerabatan tergerus gaya premanisme.

Menurut Ketua Persatuan Islam Tionghoa Indonesia (PITI), Muhammad Ramdhan Effendi atau lebih dikenal sebagai Anton Medan, beberapa waktu lalu di Jakarta, mengungkapkan, kekerasan yang terjadi di Indonesia disebabkan banyak faktor, salah satunya tidak maksimalnya penegakan hukum.

“Penegakan hukum kita sering tidak normal. Seharusnya hukum bekerja merata, tidak hanya tajam ke bawah. Soal keadilan di negeri ini juga bermasalah, pelanggaran besar diberikan sanksi kecil, pelanggaran kecil diberi sanksi besar. Bagaimana bisa tuntas masalah kalau hukumnya bermasalah?” ujar pria yang juga pengasuh Pondok Pesantren At-Taibin, Cibinong, Bogor ini.

Anton juga menambahkan, persoalan ekonomi itu persoalan klasik, meskipun tetap menjadi salah satu faktor penyebab munculnya kekerasan. Ketidakmampuan daerah menyediakan lapangan pekerjaan juga penyebab semakin banyaknya penduduk ke kota-kota besar untuk mencari kerja. Kesenjangan ekonomi di kota metropolitan juga memunculkan premanisme.

Selain itu, cara-cara yang digunakan menyelesaikan premanisme selama ini juga kurang tepat, sebab cenderung menggunakan langkah kekerasan juga. “Preman itu penjahat, jadi jangan disembuhkan dengan kekerasan, semakin dikerasi, mereka akan semakin jadi,” bebernya.

Oleh karena itu, Anton berharap, pihak keamanan melakukan langkah persuasif. Selain itu, polisi bukan “Superman” yang mampu menyelesaikan masalah premanisme, karena itu sangat diharapkan partisipasi masyarakat dalam menuntaskan masalah kekerasan.

Effendy Wongso/Foto: Istimewa

Comment