MEDIAWARTA.COM, MAKASSAR – Jika ada kuliner yang menjadi ikon di Makassar dan sangat populer di Indonesia, itu tidak lain adalah Mie Titi. Padahal, sesungguhnya Mie Titi bukanlah nama makanan sejenis mi kering atau ifu mi (mi goreng Kanton), melainkan “brand generic” dari nama pendirinya yang kerap dipanggil “Titi”.
Memang, rasanya ada yang kurang jika berkunjung ke kota berjuluk Anging Mammiri ini tanpa mampir mencicipi Mie Titi. Bukan karena Mie Titi sudah termasuk kuliner Nusantara yang fenomenal, akan tetapi ifu mi jenis ini memang sangat lezat.
Berbahan baku mi yang digoreng kering, lalu disiram dengan kuah kental dicampur kocokan telur berisi beragam sayuran hijau, gorengan, potongan daging ayam dan udang, Mie Titi memiliki ciri khas tersendiri dengan nuansa ‘kriuk-kriuk’-nya.
Disambangi beberapa waktu lalu, Mie Titi Cabang “Irian”, Jalan Wahidin Sudirohusodo, ramai dipenuhi pengunjung. Pengunjung keluar masuk, dan tidak sedikit yang rela antre demi mencicipi kelezatan ifu mi yang telah melegenda ini. Dari pemantauan petang itu, selain pengunjung yang keluar-masuk, tak kalah sibuknya adalah para pelayan Mie Titi yang lalu-lalang mengantarkan pesanan pengunjung. Dalam sekali rengkuh, seorang pelayan biasanya mengantarkan empat hingga lima piring di lengan kiri dan kanannya.
Sementara pengunjung telah duduk di meja masing-masing dengan satu cerek berisi teh tawar, cabai rawit campur cuka, merica bubuk, kecap, dan sambal merah.
Merunut ihwal Mie Titi, berjumpa dengan Fredy Kohen, pemilik Mie Titi. Pria ramah ini merupakan generasi ketiga yang meneruskan usaha ifu mi kakeknya yang bernama Kho Sek Cao alias Koh Cao atau Angko Cao.
“Kakek saya, Angko Cao, semula menjual ifu mi di 1960-an. Di masa itu, kakek saya menjual mi hanya menggunakan gerobak yang diletakkan di depan rumah. Lokasinya di daerah pecinan Makassar. Kala itu, kakek saya berjualan dibantu nenek saya, beserta ayah dan paman-paman, juga bibi saya.”
Fredy menerangkan, dalam perkembangan waktu, usaha ifu mi kakeknya tersebut berkembang dengan masing-masing versi dari anak-anaknya meskipun pada prinsipnya sama, mi goreng Kanton. “Ayah saya, Rusmin Kohen mengembangkan usaha ifu mi ini bernama Mie Titi, kemudian paman saya ada yang mengembangkan Mie Awa dan Mie Hengky, dan bibi saya mengembangkan Mie Anto.”
Cuma, menurutnya, ayahnya, Rusmin Kohen mencari ide membuat mi goreng yang lebih praktis ketimbang mi goreng yang sudah-sudah versi kakeknya yang seperti ‘ceplok telur dadar’. “Makanya, ayah saya menciptakan ifu mi versi Mie Titi ini, yakni mi yang lebih praktis karena sudah digoreng, dan tinggal dituangi dengan kuah kental berbahan sayur, daging, dan lain-lain.”
Pasalnya, terang ayah dua anak ini, ifu mi jenis ini memang sangat praktis dan efisien, sehingga pengunjung tidak perlu menunggu lama-lama mi goreng pesanan mereka.
“Sejak itulah, ifu mi versi ayah saya yang bermerek Mie Titi ini mulai dikenal masyarakat. Anak-anak muda, bahkan menjadikan kuliner di warung makan Mie Titi ini sebagai ikon gaya hidup,” aku Fredy.
Effendy Wongso/Foto: Effendy Wongso
Comment