Ketua LDII Sulsel: umat Islam perlu miliki daya lentur dan daya tahan

MEDIAWARTA.COM, MAKASSAR – Menghadapi berbagai macam problematika kehidupan di era globalisasi, umat Islam hendaknya memiliki daya lentur dan daya tahan (survival). Disinilah pentingnya umat Islam memahami sifat Allah SWT yang maha pengasih (rahman) dan maha penyayang (rahim).

Dai Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) Ustaz Ahmad Jauhari mengatakan, Allah SWT memiliki sifat rahman yang artinya Allah mencintai semua hamba-Nya. “Karena itu, kita sebagai manusia, hendaknya bisa saling mencintai kepada sesama orang yang beriman,” kata Ustaz Ahmad Jauhari saat menyampaikan kajian Kitab Syarah Asmaul Husna di forum pengajian bulanan DPD LDII di Masjid Raodhatul Jannah, Jalan Berua Raya, Makassar, Sulawesi Selatan, Minggu (12/2/2017).

Sementara itu, Ketua LDII Sulawesi Selatan Hidayat Nahwi Rasul berujar, sebagai sesama manusia seyognya bisa saling memaafkan, karena Allah SWT sendiri sebagai pencipta manusia bisa memaafkan kepada hambanya. “Kalau kita memahami sifat Allah yang maha rahman dan rahim, maka kita memiliki daya lentur terhadap berbagai perubahan, saling memaafkan, dan saling memaklumi,” ujar Hidayat disela-sela pengajian LDII Makassar.

Daya lentur, menurut Hidayat, diposisikan saat menghadapi perubahan yang ekstrim. Selain itu, daya lentur dibutuhkan untuk saling memaafkan, saling memaklumi, dan mendorong silaturahim. “Daya lentur artinya tidak kaku dan tidak patah semangat. Terhadap perubahan, kita memiliki daya lentur,” kata anggota dewan pertimbangan MUI Sulawesi Selatan ini.

Hidayat mengatakan, dengan mendalami sifat Allah yang maha pengasih dan penyayang, umat islam bisa menghadapi berbagai dinamika kehidupan sosial, ekonomi, dan politik. “Kita memahami bahwa umat islam harus memiliki daya lentur yang kuat dalam menghadapi problematika kehidupan yang mengalami turbulensi dan perubahan yang sangat ekstrim akibat globalisasi,” ucap Ketua Komisi Teknologi ICMI Sulawesi Selatan ini.

Selain memiliki daya lentur, kata Hidayat, umat Islam perlu memiliki daya tahan atau survival. “Dalam dimensi keimanan atau akidah, kita diharapkan memiliki daya survival, sehingga tetap konsisten bercita-cita ingin menggapai surga Allah SWT dan selamat dari neraka-Nya,” ujarnya.

Memahami kandungan Asmaul Husna atau nama-nama Allah yang baik, kata Hidayat, dapat memperkuat modal sosial dalam menghadapi globalisasi dan bertemunya berbagai macam nilai di internet. “Pengajian seperti ini terus dilaksanakan agar kita menjadi warga negara yang berkontribusi terhadap berbagai hal. Menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa yang kuat, modern, maju, dan bermartabat,” tutupnya. (*)

Comment