MEDIAWARTA.COM, MAROS – Rasanya tak ada yang tidak mengenal lokasi wisata alam air terjun Bantimurung di Kabupaten Maros, Sulsel. Namun tidak semua yang tahu kalau kawasan yang indah ini menyimpan sejarah panjang di balik namanya yang terkenal itu.
Jikamenegok sejarah, dalam Perjanjian Bungaya I dan II (1667-1669), Maros ditetapkan sebagai daerah yang dikuasai langsung Belanda. Hal ini menjadikan bentuk-bentuk pemerintahan atau kerajaan-kerajaan kecil yang berada dalam wilayah Kerajaan Maros diformulasikan dalam bentuk Regentschaap yang dipimpin penguasa bangsawan lokal bergelar Regent atau setingkat bupati.
Setelah itu, Maros berubah menjadi Distrik Adat Gemenschaap yang dipimpin seorang kepala Distrik yang dipilih dari bangsawan lokal dengan gelar Karaeng, Arung, atau Gallarang. Kerajaan Simbang merupakan salah satu Distrik Adat Gemenschaapyang berada dalam wilayah Kerajaan Maros. Distrik ini dipimpin seorang bangsawan lokal bergelar Karaeng.
Kemudian pada sekitar 1923, Patahoeddin Daeng Paroempa, menjadi Karaeng Simbang. Ia mulai mengukuhkan kehadiran kembali Kerajaan Simbang denganmenatadan membangun jalan melintas Kerajaan Simbang yang menghubungkan daerah-daerah sekitarnya.
Pembuatan jalan ini, rencananya akan membelah daerah hutan belantara. Namun, suatu waktu pekerjaan tersebut terhambat akibat terdengarnya bunyi menderu dari dalam hutan yang menjadi jalur pembuatan jalan tersebut. Saat itu, para pekerja tidak berani melanjutkan pekerjaan membuatan jalankarena suara gemuruh tersebut begitu keras. Karaeng Simbang yang memimpin langsung proyek ini lalu memerintahkan seorang pegawai kerajaan untuk memeriksa ke dalam hutan belantara asal suara itu.
Usai sang pegawai kerajaan memeriksalokasi, Karaeng Simbang lalu bertanya,Aga ro merrung? (bahasa Bugis: suara apa itu yang bergemuruh?). Benti, Puang, (Air, Tuanku), jawab sang pegawai tadi. “Benti” dalam bahasa Bugis halus berartiair. Kosa kata seperti ini biasanya diucapkan seorang hamba atau rakyat jelata ketika bertutur dengan kaum bangsawan. Mendengar laporan tersebut, Karaeng Simbang lalu melihat langsung asal sumber suara gemuruh dimaksud.
Sesampainya di tempat asal suara, Karaeng Simbang terpana dan takjub menyaksikan luapan air begitu besar merambah batu cadas yang mengalir jatuh dari atas gunung. Ia lalu berujar, Makessingi kapang narekko iyae onroangngnge diasengi Benti Merrung! (Mungkin ada baiknya jika tempat ini dinamakan air yang bergemuruh).
Adapun Karaeng Simbang wafat pada 1957, dan dimakamkan di belakang Masjid Pakalu (salah satu kampung dalam wilayah Kerajaan Simbang, sekarang bernama Lingkungan Pakalu dalam wilayah Kecamatan Bantimurung), yang dibangun dengan dana swadaya di atas tanah pribadinya. Karena itulah, ia bergelar Matinroe ri Masigina (yang dimakamkan di mesjidnya). Nama lengkapnya, Patahoeddin Daeng Paroempa Sultan Iskandar Muda Matinroe ri Masigina.
Comment