Penguasaan Teknologi Digital untuk Layanan ke Masyarakat

MEDIAWARTA.COM, MAKASSAR – Sebanyak 640 peserta mengikuti Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi, yang dilaksanakan secara virtual pada 23 November 2021 di Makassar, Sulawesi Selatan. Program ini diselenggarakan oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia dan Siberkreasi bersama Dyandra Promosindo. Kolaborasi ketiga lembaga ini dikhususkan pada penyelenggaraan Program Literasi Digital di wilayah Sulawesi. Tema yang diangkat kali ini adalah “Menjadi Daerah Pintar di Era Digital”.

Program kali ini menghadirkan empat narasumber yang terdiri dari Pelaksana Tugas Kadis Dukcapil Kota Makassar, Aryati Puspasari Abady; Pemengaruh, Amanda Belina; Direktur Kita Bhinneka Tunggal Ika, Therry Alghifary; dan Alumni Beasiswa Luar Negeri Kemenkominfo, Umar Abdul Aziz. Adapun yang bertindak sebagai moderator adalah Sinta Pramucitra selaku Praktisi PR. Rangkaian Program Literasi Digital “Indonesia Makin Cakap Digital” di Sulawesi menargetkan peserta sebanyak 57.550 orang.

Pemateri pertama adalah Aryati Puspasari Abady yang membawakan tema “The Importance of Having Digital Skills During Covid-19”. Menurut dia, keterampilan SDM dan penguasaan teknologi digital penting untuk memastikan pelayanan terhadap masyarakat terpenuhi dengan efisien. “Pembinaan pegawai dapat dilakukan dengan penyediaan pelatihan, materi atau konten, kelompok pembelajaran, serta monitoring dan evaluasi keterampilan digital,” ungkapnya.

Berikutnya, Amanda Belina menyampaikan materi “Pentingnya Pemahaman Membedakan Informasi Hoaks”. Ia mengatakan, untuk melawan hoaks secara efektif diperlukan keterlibatan berbagai unsur dalam masyarakat dari pemerintah, industri media, perusahaan teknologi, lembaga pendidikan hingga individu. “Laporkan hoaks ke polisi, Kemenkominfo atau ke layanan pengaduan media sosial agar tidak mengakibatkan perpecahan dan penyesatan informasi dalam masyarakat,” ujarnya.

Pemateri ketiga, Therry Alghifary membawakan tema “Media Sosial sebagai Sarana Meningkatkan Demokrasi dan Toleransi”. Menurut dia, potensi konflik sosial akibat pudarnya nilai-nilai keberagaman, kebangsaan, dan kearifan lokal makin diperkuat dengan penyebaran paham intoleran, fanatisme, dan ekstremisme kekerasan salah satunya melalui media sosial. “Langkah praktisnya bisa dilakukan dengan terus menyebarkan konten positif yang mendukung perdamaian dan toleransi  seraya  menyaring informasi maupun konten negatif,” jelasnya.

Adapun Umar Abdul Aziz, sebagai pemateri terakhir, menyampaikan tema “Keamanan Digital untuk Instansi Pemerintahan”. Ia mengatakan, beberapa kesalahan persepsi dalam perlindungan siber seperti tidak adanya kesadaran bahwa ancaman di dunia maya itu nyata, keamanan siber hanya terkait teknologi, dan banyaknya aktivitas kantor beresiko tinggi memperbesar celah terjadinya serangan siber. “Untuk mengurangi resiko tersebut, gunakan perangkat lunak asli, hindari membuka sembarang tautan,” paparnya.

Setelah pemaparan materi oleh semua narasumber, kegiatan tersebut dilanjutkan dengan sesi tanya jawab yang dipandu moderator. Antusiasme para peserta yang mengirimkan banyak pertanyaan kepada para narasumber dihargai panitia dengan memberikan uang elektronik senilai Rp 100.000 bagi 10 penanya terpilih.

Kegiatan ini disambut positif oleh masyarakat Sulawesi. Salah satu pertanyaan menarik peserta diantaranya tentang mengapa konflik identitas berbasis SARA masih saja terjadi dalam masyarakat kita. Narasumber menjelaskan bahwa konflik identitas bermula dari kategorisasi natural, selanjutnya individu dalam suatu kategori melakukan komparasi dan favoritisme terhadap kelompoknya. Hal ini kemudian mendorong perilaku diskriminatif dan stereotyping ke kelompok lain yang berujung konflik sosial. Kerenanya sikap saling menghormati dan menghargai menjadi hal penting untuk menangkal konflik identitas.

Comment