Ada perih yang kembali menusuk hati Mariska. Dia hanya dapat mengangguk pelan. Suaranya tersekat.
“Oh, Mariska-chan, gadisku yang manis!” Kevin tersenyum. Matanya membundar. Diraihnya kepala Mariska, diciuminya dahinya dengan lembut.
Air mata Mariska menderas.
***
Dia baik, ya?”
“Siapa?”
“Dirga.”
Mariska menghentikan suapannya. Sendoknya menggantung di udara. Sebutir bakso menggelincir kembali ke mangkuk. Tidak jadi masuk ke mulutnya. Diangkatnya muka kini. Menatap Tika yang tengah menyendok mi dalam mangkuknya.
“Kenapa memangnya?” Cuek Mariska bertanya.
“Tidak apa-apa. Cuma….”
“Cuma apa?”
“Kamu kok, dingin banget sama dia?”
“Maksudmu?”
“Hm, bagaimana ya?” Tika mempermainkan bola matanya. Dia ragu. “Sebetulnya, kamu suka dia apa tidak sih?”
“Maksudmu….”
“Maksudku, dia itu baik sama kamu. Tiap hari dia bela-belain jemput kamu pulang sekolah. Dia juga….”
“Lho, apa hubungannya….”
“Dirga. Keren, macho, mana baik lagi. Susah dapat cowok yang kayak begitu. Jadi….”
“Cinta itu tidak harus tumbuh lantaran perhatian lebih dan kebaikan-kebaikan yang ditujukan secara khusus.”
“Tapi….”
“Memang sulit menjelaskan kalau itu sudah menyangkut hati, Tika!”
“Jadi….”
“Jadi jangan terlalu cepat menyimpulkan kalau….”
Tika memintas. Keningnya membentuk lipatan lima. “Kamu tidak mencintai Dirga?!”
Mariska diam. Ditatapnya isi mangkuknya. Masih tersisa separo. Tapi tak ada selera lagi untuk menghabiskannya. Dihelanya napas panjang kemudian. Bayang Kevin melintas di pelupuk matanya.
“Kenapa?” Tika bertanya seolah menuntut. Dia sudah mendengar jawaban dari sikap diam sahabat karibnya itu. “Kan Dirga baik, dan….”
Mariska melonjak. “Papa dan Mamaku menyukainya. Apalagi kami masih berkerabat!”
“Nah, apa lagi?
“Tapi bukan berarti….”
“Cinta bisa tumbuh perlahan-lahan, Mari!”
“Mungkin. Tapi….”
“Atau, kamu masih mengharap si Jepang-mu itu?”
Mariska tersinggung. Matanya membeliak. “Namanya Kevin!”
Comment