Cinta dalam Bayang Baur (Winter in Osaka)

Foto: Istimewa

“Oups, sori. Ya, Kevin. Kevin Higashi. Tapi, sudah setahun, Mari. Sehari saja segalanya bisa berubah….”

“Jangan berprasangka buruk. Aku kenal betul sifatnya.”

“Kamu jangan terlalu yakin.”

“Dia tidak bakal mengkhianatiku.”

“Siapa bilang? Dalamnya laut dapat diukur, dalamnya hati siapa yang tahu?”

“Kamu….”

“Lupakanlah Si Kevin-mu itu. Dia sudah jauh. Toh Dirga telah….”

“Dirga tidak lebih dari saudara….”

“Kamu seperti tidak punya perasaan!”

“Dan aku lebih tidak punya perasaan kalau sampai mengkhianati Kevin.”

“Kamu….”

Ada empasan napas yang terdengar keras. Tika membuang muka. Kesetiaan sahabat karibnya yang satu ini memang tidak dapat diragukan lagi. Kadarnya bahkan di atas seratus persen! Barang langka memang.

Tapi, untuk kesetiaan yang ekstrim begitu apa gunanya? Selama ini, cowok Jepang itu tidak pernah mengabari Mariska lagi. Dia seperti hilang ditelan bumi. Seandainya pun suatu ketika cowok itu datang untuk memenuhi janjinya, hasilnya tetap nihil.

Tika tahu benar kalau orang tua Mariska tidak menyetujui hubungan Mariska dengan Kevin, anak dari seorang guru bahasa Jepang yang mengajar di sebuah lembaga pendidikan bahasa Jepang. Lagi pula, mereka sudah punya pemuda pilihan buat Mariska. Andi Dirgantara Massellomo. Cowok yang akhir-akhir ini terlihat begitu gencar mengejar Mariska.

Sampai mulutnya berbusa-busa pun, Mariska tidak akan pernah mendengar nasihatnya. Anak itu memang keras kepala. Cintanya hanya untuk Kevin! Padahal, dia kerap mewanti-wanti Mariska untuk melupakan cowok dari latar kebudayaan dan keyakinan yang berbeda dengan dirinya. Percuma. Sia-sia. Mereka berasal dari dua kutub yang berbeda. Kalaupun mereka nanti bersatu, tanpa restu apalah artinya?!

Apa sih kekurangan Dirga?! Dia baik. Gagah. Sabar. Dari keluarga terpandang. Dan yang terutama, dia berasal dari bangsa yang sama. Bahkan, suku yang sama: Bugis!

“Aku tidak ngerti jalan pikiranmu, Mari. Mengharap….”

“Bukan mengharap, Tika! Dua tahun kami….”

“Dua tahun belum dapat dijadikan patokan kesetiaan, Mari! Manusia setiap saat bisa berubah.” Tika mengaduk isi mangkuknya. “Yang puluhan tahun menikah saja bisa bercerai.”

“Dia….”

“Eit, jangan bilang dia tidak bakal begitu. Bukan hal yang mustahil bila suatu waktu dia mengirimimu surat undangan pernikahannya. Buktinya, sms-smsnya….”

“Mungkin dia sibuk.”

“Sampai-sampai tidak sempat sms sekali pun?!”

“Boleh jadi. Kamu tahu kan, betapa mengagumkannya etos kerja orang-orang Jepang.”

“Jangan mengurai dalih untuk membelanya, Mari! Hanya orang yang tidak punya hatilah yang tidak punya waktu untuk sms barang sekali saja buat kekasihnya tercinta di Makassar!”

“Tapi….”

Comment